22. Dekada Gerak Teratur

7.3K 578 55
                                    

DELUCI update!!


Happy reading 🥰✨

***

Perilisan trailer resmi, check. Perilisan poster resmi, check. Perilisan soundtrack, check.

Agenda utama di dalam studio sudah selesai semua. Lega rasanya. Meskipun belum tiba waktu penayangan, tetapi melihat antusias penonton di malam yang indah itu membuat para tokoh di balik layar merasa sangat dihargai dan dinanti-nanti. Harapan mereka, semoga film ini bisa diterima dengan baik oleh masyarakat dan dapat mewujudkan keberhasilan bersama-sama.

Acara di dalam studio diakhiri dengan berfoto ramai-ramai. Dekada banyak bertingkah tadi. Bayangkan, Dekada seharusnya mengambil posisi foto di samping Bulan atau pemain lain, malah dia ngekorin istrinya terus. Luci ambil tempat paling ujung, eh Dekada ikut, mana pakai rangkul-rangkul segala. Untung saja tidak ada yang melirik curiga karena terlalu bersemangat foto bersama. Semoga wajah tegang Luci tidak tertangkap kamera. Luci jadi was-was terus. Hih, padahal sebelumnya dia juga bertingkah tanda tangan di gambar Dekada. Giliran Dekada begitu, Luci malah ketar-ketir.

Selesai rangkaian acara di dalam, kini semua orang berbondong-bondong memenuhi bagian luar studio. Para artis yang terlibat tampak melayani penggemar atau pengunjung yang menghampiri mereka, termasuk juga media yang ingin mewawancarai keseruan acara tersebut. Wah, ternyata sibuk sekali pasangan suami-istri rahasia itu.

Luci lebih dulu menghampiri ayah dan ibunya yang sedang bersama Kiki. Dengan penuh rasa bangga, Fani berhambur memeluk tubuh putrinya. Mereka berdekapan erat, cukup lama. Fani mengusap-usap kepala putrinya dengan sayang, tidak lupa juga mengusap kedua pundaknya.

“Selamat, ya, Nduk, atas perilisan lagu barunya. Apik tenan lagu ne!” puji Fani dengan sungguh-sungguh. Mereka sudah melepas pelukan, sekarang tangan Fani sudah menangkup wajah ayu Luci.

Sang ayah tidak mau ketinggalan untuk menunjukkan rasa bangganya. Ia juga mendekati Luci dan memberikan senyuman terbaiknya, senyuman yang dapat Luci baca, senyuman yang selalu ditunjukkan setiap kali dirinya melakukan sesuatu yang spesial. Senyuman ayahnya yang selalu dirindukan.

“Selamat, Uci, anak Ayah. Lagunya enak banget, sedih, bikin hati cekot-cekot gitu,” ucap Ganda sedikit bergurau agar tidak haru-haru banget.

Luci tertawa kecil sambil memandangi ayah dan ibunya. “Makasih banyak, ya, Ayah sama Ibu udah mau datang ke sini. Maaf banget tadi nggak bisa bareng berangkatnya, Luci rempong banget soalnya dandan.”

“Ah, ndak apa-apa. Walaupun tadi Ibu sempat kesal sama sopir taksinya karena mutar-mutar ndak tau tempat ini, yang penting ada Ayah mah tetap bisa tenang. Lain ceritanya kalau Ibu berangkat sendirian, terus nyasar,” keluh Fani sambil mendengkus. Untung saja volume suaranya bisa dikontrol, biasanya akan menggebu-gebu kalau sedang kesal.

“Yang penting ada Ayah, ya, Bu,” ucap Luci mengulangi kata-kata ibunya. Bahagia sekali melihat kebersamaan kedua orang tuanya.

Fani membalas, “Iya, Nduk. Itu, loh, enaknya punya pasangan sah. Mau ke mana-mana ndak perlu sendirian, ada yang temani. Ndak perlu takut, malu, atau apa lah itu pokoknya. Kamu baik-baik, kan, selama sama Dekada?”

Luci spontan mengeluarkan angin dari mulutnya yang ditutup pakai jari telunjuk. Luci panik karena ibunya terang-terangan menyebut nama Dekada. Ah, bukannya Luci berniat go public? Memang, tetapi menurut Luci, momen sekarang rasanya masih kurang tepat. Luci menatap was-was ke sekitarnya. Tidak sedikit yang melihat interaksinya dengan orang tuanya. Memang mereka mencari tempat yang agak sepi, tetapi tetap ada saja yang berkeliaran di sana.

Behind the Camera [COMPLETED] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang