39. Mau Sampai Kapan?

6.5K 574 136
                                    

Selamat membaca!

***

Dekada pernah mencintai seorang perempuan—selain mamanya—dengan teramat dalam. Perempuan itu berhasil mencuri seluruh atensi Dekada dengan sikap manisnya, manjanya, kebaikan hatinya, caranya menghargai keberadaan Dekada. Namun, seperti garis takdir yang memang sulit untuk diubah, mereka tidak memiliki jalan untuk terus bersama. Terhalang restu, perbedaan keyakinan, hingga maut yang datang lebih dulu.

Sedalam itu ia mencinta, sedalam itu pula ia terluka karena kehilangan. Dekada pernah berkata pada teman-temannya, “Kalau emang jalan gue sama Gracia salah, pasti Allah udah siapkan jalan yang tepat buat kami berdua.

Kemudian, setelah kesedihan itu Dekada coba lewati, mamanya mengenalkan Luci untuknya, menawarkan sesuatu yang tidak pernah terbersit sebelumnya, yaitu perjodohan.

Dekada memang terpuruk, tetapi ia tidak berniat membiarkan dirinya terus-menerus tenggelam dalam kesedihan. Mungkin akan sulit mencintai perempuan lain sebab seluruh hatinya sudah diberikan untuk Gracia seorang. Namun, Dekada melihat sesuatu yang lain ketika mencari tahu tentang Luci, sang runner up Idola Indonesia musim lalu.

Luci banyak mengunggah kebersamaannya dengan keluarga, teman dekat, dan teman seperjuangannya. Dalam unggahannya selalu ada caption yang tidak jauh dari ungkapan bersyukur. Dari tulisannya, Dekada melihat seorang Luci yang sangat mencintai dan menghargai orang-orang yang dikenalnya. Melalui senyum yang selalu Luci tampilkan dalam potretnya, Dekada melihat pribadi yang hangat dan penyayang, tenang dan tidak neko-neko.

Melalui pencariannya tentang Luci, perlahan, Dekada coba untuk bangkit dan membuka hati kembali. Tidak sedikit pun Dekada berniat menjadikan Luci sebagai pelarian atau obat dari keterpurukannya. Dekada menganggap Luci sebagai takdir terbaik untuk hidupnya, seperti yang pernah ia katakan pada teman-temannya.

Pikiran-pikiran tentang awal mula ketertarikannya dengan Luci itu Dekada bawa hingga tiba di halaman rumahnya. Dekada melangkah sambil mencoba menetralkan degub jantungnya. Sang mama bilang akan datang bersama Luci, artinya mereka akan bertemu dan jujur saja, Dekada memang belum siap bertemu istrinya dulu.

Namun, orang pertama yang Dekada lihat adalah papanya, sedang duduk santai di kursi teras sambil menyeruput kopi hitamnya.

“Papa.” Dekada menyapa dengan senyuman hangat, lantas bergegas menyalimi papanya. “Papa nggak ke kantor?”

Prasetya berdeham. “Tadi pagi, Papa meeting sama klien di kafe yang dekat situ, tuh,” katanya sambil menunjuk ke arah luar rumah, memang ada satu  kafe yang cukup ramai sebelum masuk ke wilayah perumahan mereka. “Terus Papa agak pusing, jadinya ke sini bentar, nanti balik lagi agak siangan.” Dekada mengangguk paham. “Kamu sendiri, ngapain? Ke sini sendirian? Istrimu mana?”

“Ada yang mau Dekada omongin, Pa. Katanya Luci bakal datang sama Mama.”

Prasetya menyerngit sambil menoleh ke dalam rumah sesaat. “Mana? Mama pulang sendirian, kok. Nggak sama Luci.”

“Mama udah pulang?” tanya Dekada dengan alis mencuat. “Beneran nggak sama Luci? Tadi, Mama bilang Luci ikut ke sini.”

“Lah, gimana, sih? Kan, istrimu.”

“Bukannya Mama tadi habis ketemuan sama Luci?”

“Ya, nggak tau juga, sih.” Prasetya menggaruk kening, kemudian berseru memanggil istrinya. “Ma? Mama?”

Sejurus kemudian, Cinta datang dengan pakaian rumahannya, ia baru saja ganti baju. Entah mengapa, Dekada mendadak bergidik melihat sang Mama yang datang dengan tampang dingin. Namun, Dekada tetap segera bersalaman dan mencoba memberanikan diri untuk tetap menatap sang mama.

Behind the Camera [COMPLETED] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang