11. Sentuh Setitik

11.4K 817 51
                                    



Gelas dalam pegangan Luci sudah berpindah ke atas meja berkat tangan Dekada ketika usaha untuk mendekati istrinya seperti disambut dengan baik. Ketidakrelaan melihat Dekada menyentuh milik perempuan lain lebih dulu membuat ego dalam diri Luci melebur. Jangankan berciuman, tangan bertemu tangan saja Luci enggan untuk melihatnya.

Embusan napas Dekada begitu lembut menyentuh sebagian wajah Luci. Mata mereka bertemu dengan sorot sendu yang dapat diartikan. Katakanlah ada cinta di sana sebab tidak satu pun dari mereka yang rela berpaling dan menghancurkan suasana.

Namun, sebelum mereka benar-benar bersatu dalam sentuhan cinta, Dekada lebih dulu berkata, “Ci. Setelah ini, aku janji nggak akan terima tawaran job di genre romance lagi. Aku bakal coba genre lain, misal action atau horror sekalipun. Aku nggak mau lagi mesra-mesraan sama perempuan lain meskipun cuma akting.”

Selesai. Laki-laki itu diam setelah berucap demikian. Tinggal Luci yang mematung dengan rasa kagum yang membumbung karena merasa sangat dihargai. Dekada menangkap genangan air yang tertampung di pelupuk mata Luci. Ketika bulir air mata itu terjatuh, Dekada datang menjemput dengan kecupan. Kulit wajah mereka bertemu, air mata Luci juga membasahi wajah Dekada, apa pun arti dari air mata itu, semuanya sudah dibagi. Bahagia atau sedih, Dekada senang bisa menghalaunya sebelum ibu jarinya juga datang untuk menghapus.

Dua telapak tangan Luci bertengger di dada bidang Dekada yang dilapisi baju berwarna abu-abu. Di sana, Luci merasakan pergerakan naik dan turun, menebak-nebak makna dari tarikan napas yang dimiliki Dekada, sambil menikmati pertemuan bibir mereka. Air mata tidak lagi menetes, kesenduan berganti dengan keindahan rasa yang sebelumnya tidak punya makna.

Dekada bahagia menjadikan Luci yang pertama. Luci juga tidak ingin mengelak, ada denyut haru ketika Dekada datang untuk mengganti yang telah berlalu. Luci ingin mencoba, tetapi tidak tahu mau mulai dari mana. Jadi, sekarang ia hanya bisa menikmati pemberian Dekada, mencoba membalasnya, memberikan sensasi yang serupa agar tidak ada yang kecewa.

Keduanya tersentak saat pintu pantri terbuka. Tautan itu terlepas bersama dua pelaku yang merasakan napas tersendat berat, jantung pun seperti mau berhenti.

“Eh, sorry, sorry!”

Hah, untung saja! Pembuka pintu itu adalah Andra. Laki-laki itu menutup pintu kembali untuk memberi ruang pada sepasang suami-istri yang sekarang sama-sama canggung dengan jarak cukup jauh. Luci sudah mati kutu di posisi awal, sementara Dekada menutup mata dan mengusap wajah yang tiba-tiba berkeringat, perutnya juga tiba-tiba merasa mulas hingga sekarang posisinya berjongkok seperti habis maraton.

Di antara ketegangan yang tiba-tiba mendominasi, Dekada menyadari rasa manis di bibirnya melalui lidah. Lalu, dua sudut bibirnya terangkat sambil mengeluarkan napas lega. Ia terus meneriakkan nama Luci dalam hati karena bahagia.

“Deka.”

“Hah, iya? Apa?” Dekada tersentak dan spontan bangkit berdiri. Lagi-lagi jantungnya berpacu sangat cepat hanya karena Luci memanggilnya.

“Kayaknya Andra ada urusan sama kamu,” balas Luci yang sebenarnya juga masih deg-degan. Kelihatannya saja sangat tenang, padahal jantungnya juga loncat-loncat, apalagi ketika tatapan mereka bertemu lagi.

“Oh?” Dekada bergerak canggung. Sudah mengarah ke pintu, tetapi berbalik lagi melihat istrinya. “K-kalau gitu, aku keluar dulu, ya.”

Luci mengangguk sesaat. Baru saja Dekada akan melangkah, pintu justru terbuka lebih dulu. Terlihat Andra yang mewanti-wanti dengan melihat ke sekitar sebelum akhirnya masuk dan menutup kembali pintu pantri itu. Dia melempar pandangan tajam pada Dekada dan Luci.

Behind the Camera [COMPLETED] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang