2. Harus Memilih

19.8K 1.2K 49
                                    

Happy reading :)


***

Tiga tahun sudah Luci menetap di ibukota sebagai penyanyi baru. Dalam kurun waktu itu, Luci sudah merasakan berbagai rasa menjadi seorang artis. Dari yang jumlah pengikut sosial medianya bertambah, selalu disapa oleh orang-orang ketika berada di tempat umum, selalu mendapat kiriman dan hadiah ke apartemen, dan paling berasa kesibukannya yang setiap hari selalu mendapat panggilan untuk turun ke dapur rekaman atau ke acara musik.

Di semua kehidupan baru itu juga, Luci telah menyicip bagaimana aktivitas sembarang dari teman-temannya yang memang berasal dari sana. Saat baru menginjak tiga bulan menetap di Jakarta, Luci rupanya sudah tergiur dengan hiburan-hiburan malam yang diperkenalkan dan ditawarkan oleh teman-temannya.

Janji hanya tinggal janji. Pesan ibu dan keluarganya pun seakan menguap di kepala. Luci terlanjur nyaman dengan hal-hal itu, tetapi bukan berarti Luci adalah pecandu. Ia senang, ia menikmati, bebannya terasa lebih ringan. Sesuatu seperti datang ke kelab malam dan menenggak segelas hingga beberapa gelas alkohol bukan teman akrab Luci, hanya terkadang ia akan menemukan waktu yang tepat untuk mendatangi itu.

Luci masih ingin terbang bersama karirnya yang masih seumur jagung. Tiga tahun berkarir, Luci sekarang sudah punya beberapa lagu yang terkemas dalam satu album Love, Life, Luci. Meskipun di awal-awal Luci harus menunda waktu untuk merintis karir alias vakum berbulan-bulan lamanya-padahal baru akan memulai-karena keadaan tubuhnya yang tidak dapat diajak untuk bekerja. Sesuatu yang buruk terjadi padanya, membuat Luci harus mengobati diri, bersembunyi dari banyaknya pertanyaan, bahkan tak ada satu pun keluarga yang tahu dengan keadaannya. Hari-hari ketika para anggota keluarga bertanya mengapa Luci tak kunjung tampil di televisi, Luci dan Kiki telah menyiapkan banyak alasan. Mereka sudah banyak berbohong. Hanya itu yang dapat Luci lakukan agar keluarganya tidak khawatir padanya dan berujung memintanya untuk pulang meninggalkan karirnya.

Namun, semuanya sudah berlalu. Luci sudah kembali dengan impian dan harapan yang baru juga lebih tinggi lagi. Keluarganya di Surabaya pun sudah senang dengan perkembangan karir Luci sekarang. Selain bernyanyi, Luci juga sudah dapat bagian untuk iklan dan pengisi suara. Sudah tiga penghargaan yang ia dapatkan. Tentu orang-orang terdekat bangga pada Luci.

Malam ini, pialanya bertambah satu lagi. Kesenangan itu tentu ia rayakan bersama Kiki, sahabatnya yang merangkap menjadi manajer. Kiki yang menjadi saksi bagaimana Luci menjalani kehidupannya di kota orang. Ia menyimpan segala hal tentang Luci, dari yang kecil sampai yang besar sekalipun.

Luci sudah sepenuhnya meninggalkan hiburan-hiburan malam itu, hanya Kiki yang masih senang menikmati minuman beralkohol.

Malam ini, Kiki sangat panik bersama pening di kepalanya. Harusnya ia bisa menikmati efek dari meminum tequila dengan tidur pulas di apartemen bersama Luci.

"Argh, Luci!" desis Kiki frustasi. Lututnya menyentuh lantai di samping tempat tidur, sementara Luci sudah tertidur lelap di atas karena sangat lelah. "Ci, bahaya! Bangun coba, ih!" Ini adalah masalah besar untuk Luci, tetapi kenapa malah ia yang terbebani dan menjadi uring-uringan?

Kiki terus menggerak-gerakkan tubuh sahabatnya, tetapi tidak ada respons sama sekali. Embusan napas Luci yang amat tenang menandakan ia begitu terbuai dalam tidurnya.

Kiki menangis tanpa air mata. "Mati deh kamu, Ci ...," lirihnya, lalu merengek seakan-akan masalah itu adalah miliknya. Ini wajar karena Kiki sudah menghabiskan setengah hidupnya bersama Luci, terlebih ia yang mengetahui segala hal tentang Luci. Ah, ya, masalah ini timbul juga karena ulahnya.

Behind the Camera [COMPLETED] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang