25. Potret Masa Lalu

7.2K 546 122
                                    

Update!
Sesuai janji 100 votes & 50 komen 💅

Tolong bantu konsisten buat vote dan komen ramai-ramai yaaa, soalnya author-nya mood-mood-an 😞 kalau bukan dari kalian, dari mana author dapat semangat buat nulis? wkwkw makasih yaa buat yang sudah mau mengerti :))

Happy reading!

***

Pukul 04.20 WIB, alarm Luci berbunyi. Membangunkan perempuan itu dengan mata yang masih sangat berat. Setelah olahraga malamnya bersama Dekada, Luci baru bisa memejamkan mata pada jam tiga. Entah mengapa, Luci hanya masih bertanya-tanya pada dirinya. Benarkah ia sudah berhasil menyambut Dekada pada tahap yang lebih intim? Itu bukan mimpi, kan? Jelas saja bukan, terbukti atas rintihan Luci beberapa detik lalu saat menggerakkan kakinya. Terasa sedikit perih, tetapi untungnya masih bisa ditahan.

Luci masih terbaring dan terbalut selimut tebal berwarna abu-abu, tubuhnya setengah telanjang, ingat kalau semalam Dekada sudah memasangkan penutup untuk bagian bawahnya. Lantas, sekarang Dekada tidak ada di sampingnya, laki-laki itu sudah bangun sebelum alarm berbunyi, yang terdengar sekarang adalah gemericik air dari dalam kamar mandi.

Luci mencoba bangun dari kasur dengan membalut tubuhnya memakai selimut tebalnya, kepalanya pun ikut ditutupi, yang terlihat hanya wajahnya saja. Ia berdiri di hadapan cermin, menatap diri dengan gurat polos. Lantas, tanpa sadar bergumam sendiri, "Dekada luar biasa-eh!" Cepat-cepat Luci menggelengkan kepala dan saat itu juga matanya terpaksa dipejamkan karena pening yang datang tiba-tiba.

Mata Luci berair, sementara tangannya memegang erat selimut, membalut tubuhnya begitu rapat. Mati-matian Luci menahan tangisnya dengan menggigit bibir bawah. Napasnya terasa begitu berat karena panik dan itu membuat Luci berlari untuk mengetuk pintu kamar mandi.

"Mas Deka! Mas? Mas, buka!" Luci memanggil dengan suara bergetar.

Sampai pada ketukan ke sepuluh, pintu terbuka dan Dekada keluar dengan tubuh bagian bawah terbalut handuk. Luci langsung berhambur memeluk tubuh tegap itu, erat sekali. Dekada kebingungan, tetapi lebih cemas karena Luci memeluknya sambil menangis, bahkan tidak sadar kalau selimutnya jatuh. Dekada lekas mengambil selimut itu dan kembali menutupi tubuh istrinya, ia bantu dengan balas memeluk.

"Ci, kamu kenapa?"

"Aku takut."

Oke, sebenarnya Dekada bisa menebak perasaan itu hanya dengan melihat bagaimana tubuh istrinya bergetar, suara paraunya yang juga bergetar, tangis yang merubah napasnya kian sesak, tetapi kenapa?

Tadinya, Dekada berpikir pertemuan di saat sudah sadar dari tidur, setelah melakukan hubungan itu, Luci akan datang padanya dengan sikap malu-malu yang menggemaskan. Namun, yang terlihat sekarang tidak sesuai yang diperkirakan. Dekada bertanya, apa ia membuat Luci terluka?

Takut kenapa? adalah pertanyaan yang ingin Dekada sampaikan, tetapi urung dilontarkan karena Luci lebih dulu berkata, "Kamu nggak bakal tinggalin aku, kan?"

"Nggak lah, Ci. Mana mungkin aku tinggalin kamu? Kamu istri aku."

"Janji?"

"Iya, aku janji. Kamu jangan gini, aku khawatir banget."

Dekada mengusap-usap punggung Luci yang getarannya perlahan mereda. Luci coba untuk tenangkan dirinya meskipun masih terisak. Kenapa di saat dirinya mulai mampu menghapus batas tak kasat mata itu, bayangan kelam terus saja mengusik. Luci takut Dekada pergi seperti dia yang bahkan Luci tidak tahu siapa orangnya. Luci takut ia akan menanggung semuanya sendiri lagi. Akan makin berat dan jauh menyakitkan saat ini karena dirinya yang seperti mulai berperasaan pada suaminya. Siapa yang rela ditinggalkan oleh orang yang berhasil membuatnya menaruh perasaan?

Behind the Camera [COMPLETED] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang