16. Masih Bersama Lily

7.9K 640 131
                                    

Updateee!!

Happy reading!

***

“Aku nggak nyangka kamu bakal seperti itu, Ci.”

Luci urung memainkan ponsel yang baru dikeluarkan dari tasnya. Layar benda pipih itu kembali gelap, lalu si pemiliknya memilih untuk mengalihkan perhatian pada temannya yang sedang menatap dengan miris.

Luci beranjak dari sofa, lalu memberikan isyarat pada Bianca untuk mengikutinya ke halaman belakang. Ketika sampai di sana, rupanya langit sudah menjingga, sebentar lagi malam akan tiba. Bianca lebih dulu memberi seruan untuk Luci yang sepertinya ingin mengabadikan indahnya langit sore itu dengan kamera ponselnya.

“Jadi, selama ini suami kamu nggak tau tentang Lily sama sekali?”

“Deka emang nggak tau apa-apa tentang Lily. Aku nggak pernah cerita apa pun,” balas Luci setelah menyimpan kembali ponselnya. Ia membiarkan tubuhnya satu langkah di depan Bianca. Bicara dengan jarak dekat akan membuat Luci merasa terintimidasi.

Bisa Luci dengar dengkusan kasar Bianca di belakangnya. Luci tahu Bianca akan merespons seperti itu.

“Kamu nikah, tapi nggak jujur tentang Lily? Gimana bisa?”

Luci menyahut cepat. “Kamu tau alasannya, Bi.”

“Kamu takut, kalau dia tau tentang masa lalu kamu, kemungkinan kalian gagal nikah?” Bianca mencoba menebak. “Bukannya sebelumnya kamu emang menentang perjodohan itu?”

“Kalau aku tetap nolak perjodohan itu, karier aku nggak akan bisa lanjut. Terus, dari mana aku dapat uang buat biaya hidup Lily?”

“Ada aku sama Bang B, Ci.”

Kali ini, Luci tak ragu untuk memutar tubuh. Ia membiarkan Bianca bertatap muka langsung dengannya. “Lily bukan tanggung jawab kalian.” Luci menggertak dengan nada rendah, tetapi penuh penekanan. “Lily itu tanggung jawab aku. Semua yang aku lakukan cuma untuk Lily. Udah cukup kalian kasih tempat tinggal buat Lily. Biaya hidup Lily adalah kewajiban aku.”

“Ci ....” Bianca mencoba meraih tangan Luci karena mendadak tidak enak hati, tetapi tangan Luci lebih dulu terangkat dan tak dapat disentuh.

Pandangan Luci mendadak hampa dengan wajah pias tanpa warna. “Aku mau Deka juga sayang sama Lily. Setelah itu, baru aku ngaku kalau Lily anak kandung aku.” Luci bersuara sangat pelan, amat menyedihkan. Bianca yang mendengar suara parau itu merasa teriris-iris.

“Seharusnya—”

“Seharusnya aku bilang dari awal?” potong Luci cepat, lalu tawa sumbangnya mengisi suasana. “Aku akan kehilangan banyak hal. Kepercayaan keluargaku, karierku, dan mungkin juga kebahagiaan Lily.”

“Terus sekarang gimana? Kamu yakin bisa manfaatkan perasaan sayang Deka ke Lily?”

“Paling tidak dia sempat menyayangi Lily meskipun nanti dia benci aku.” Perasaan sesak berdesir halus dalam diri Luci. Entah mengapa, membayangkan Dekada membencinya membuat Luci sangat takut. “Kalau emang Deka nggak bisa terima Lily, berarti dia juga nggak bisa terima aku. Kemungkinan yang terjadi, kami pisah.”

Bianca meringis. “Tapi, kamu mulai ada perasaan buat dia, kan, Ci?”

Luci hanya menjawab dengan mengedikkan bahu. Memangnya mau jawab bagaimana? Ia juga tidak tahu perasaannya pada Dekada. Dibilang nyaman, Dekada memang pintar menyenangkan suasana. Dibilang sayang, Dekada juga pintar memberikan banyak perhatian. Dibilang cinta, kalau yang satu itu Luci tidak bisa menafsirkannya. Semuanya masih abu-abu bagi Luci.

Behind the Camera [COMPLETED] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang