38. Kedatangan Orang Baik

5.8K 583 93
                                    

Halooo, DELUCI sudah update kembali ^^

Jangan lupa vote dan komen yaaa.

Kalau rame, besok bisa langsung update lagi deh :p

Happy reading!

***

"Minggu depan, gala premier. Habis itu, kamu ada jadwal nobar sama beberapa cast di tiga hari berbeda." Kiki mengamati setiap tulisan yang tertera di tablet-nya, berisi jadwal kegiatan yang ia pegang untuk Luci. "Hm ... sama Amara di Bintaro, sama Bulan di Bogor, terakhir sama Mbak Citra dan Andhika di Malang." Kiki melirik Luci yang diam mendengarkan sambil menatap hampa ke depan. "Ora onok jadwal mbek bojomu. Rapopo, ta?" (Nggak ada jadwal sama suamimu. Nggak apa-apa?)

"Bisa dipaksakan nggak biar aku punya jadwal bareng suamiku?" tanya Luci dengan suara datar, tetapi memiliki harapan.

Kiki menganggap Luci bergurau, jadi ia tertawa kecil. "Tiap hari ketemu di rumah, kok." Namun, beberapa menit mengamati, menyadari sosok Luci yang terlihat tidak bersemangat, juga wajahnya yang tidak berwarna seperti biasanya, Kiki jadi heran. Terakhir kali komunikasi, mereka hanya membahas tentang keinginan Luci yang meng-hold jadwal di luar projek film. Kiki belum tahu kalau Luci sedang ada masalah. Perempuan yang rambutnya dicepol itu menatap Luci penuh keheranan, lantas menyadari sesuatu. "Ci? Ono opo, to?”

Luci mengedip sekali. "Suamiku udah tau."

"Tau apa?"

"Lily."

Kiki mengedip dan langsung meloncat ke samping Luci saking terkejutnya. Bianca yang baru datang membawa minuman dibuat terkejut juga karena tingkah Kiki yang melompat seperti kucing. Bianca meletakkan minuman ke atas meja, lalu ikut duduk bergabung bersama Luci dan Kiki.

Belum ada suara lagi dari Luci, ia sibuk dengan pikirannya sendiri. Kiki memilih menatap Bianca sambil menunjukkan wajah bertanya-tanya, Kiki tebak kalau Bianca sudah tahu.

Bianca mengangguk, paham maksud dari raut wajah Kiki. "Dekada udah tau, Luci udah jujur ke dia. Sekarang, mereka lagi jauh-jauhan. Kata Luci, Dekada butuh waktu buat terima semuanya." Bianca diam dan menghela napas, membiarkan pendengarnya mencerna ucapannya.

Kiki menganga sambil berpikir lama, masih tidak menyangka kalau akhirnya Luci mengakui masa lalunya pada Dekada. Ia tahu bagaimana takutnya Luci untuk menghadapi kemungkinan yang terjadi kalau orang-orang tahu tentang dirinya dan putrinya.

"Terus, keluarga juga udah tau?" tanya Kiki.

"Belum. Luci belum sanggup. Sama Dekada aja begini, apa lagi kalau keluarganya yang tau," balas Bianca sambil menatap sedih ke arah Luci, kemudian kembali pada Kiki. “Ki, kamu ajak Luci makan, gih. Udah dua hari nggak mau makan apa-apa, cuma minum air putih aja.”

“Duh ....” Kiki ingin menangis, tidak tega melihat sahabatnya sedih begitu. Benar-benar muram dan mengingatkan pada masa-masa berat yang dulu Luci lalui. Kiki merangkul Luci yang makin terlihat kuyu, dipijat-pijat ringan pundak Luci. “Mangan o ... nek awakmu loro, sopo seng ngancani Lily?” (Makan, dong. Kalau kamu sakit, siapa yang temani Lily?). Luci diam saja, membuat Kiki mengembuskan napas berat.

“Ajak makan di taman belakang, Ki. Udaranya seger seginian, suasananya jadi adem dan tenang,” kata Bianca memberi saran.

“Ayok, ayok! Menyelesaikan masalah itu butuh tenaga. Come on, Luci!” Kiki berseru, berusaha menyalurkan semangat, sambil mencoba angkat-angkat pundak Luci. Kiki lebih semangat lagi membantu Luci agar berdiri, si empunya badan pun pasrah saja dan mengikuti Kiki meskipun lemas sekali rasanya. Sementara Bianca tersenyum hangat. Kalau dirinya tidak bisa membujuk Luci untuk makan, semoga Kiki bisa.

Behind the Camera [COMPLETED] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang