Selamat membaca! ^^
***
Setelah beberapa hari memikirkan banyak hal terkait perjodohannya, memandang bagaimana prospek hidup ke depannya, dan memantapkan hati serta dirinya, Luci akhirnya menyetujui perjodohan itu. Luci menerima Dekada sebagai laki-laki yang akan menikahinya, dengan syarat yang tetap berlaku, yaitu pernikahan mereka harus dirahasiakan.
Kedua keluarga itu sudah bertemu lagi dua hari yang lalu. Pembicaraan hari itu makin serius, tentang penentuan tanggal pelaksanaan pernikahan sampai segala keperluannya. Dekada dan Luci mengikuti saja. Itu akan menjadi pertemuan terakhir mereka sebelum bertemu saat hari pernikahan. Bahkan, untuk mengukur baju pengantin pun mereka tidak melakukannya bersama, meskipun mereka mengenakan pakaian adat sepasang.
Luci sudah menghubungi Haka sejam yang lalu. Ia mengadu banyak hal pada saudara satu-satunya itu. Luci tak berhenti menangis ketika Haka memberikan banyak nasihat untuknya. Tak lupa juga mereka bernostalgia mengingat masa kecil dan kebersamaan yang dilalui sebelum akhirnya Haka memilih bekerja di Kalimantan hingga jarang bertemu dengan adiknya.
Haka terharu dan sedikit sesak, seolah ia akan dipisahkan jauh dengan adiknya, seakan-akan adiknya diambil dan tak boleh bertemu dengannya. Meskipun begitu, Haka dengan hati yang luas, memberikan restu untuk adiknya menikah. Ia berharap banyak terhadap pilihan orang tuanya. Haka tidak pernah mengenal Dekada. Ia tidak tahu bagaimana bibit, bebet, dan bobot laki-laki itu. Namun, ia berharap Luci benar-benar menikah dengan laki-laki yang bertanggung jawab dan tidak akan pernah menyakiti Luci.
"Nek wes dadi istri orang, kamu jangan cuekin Mas, lho, Dek." Haka yang tadinya melakukan panggilan video call dengan posisi duduk, kini sudah menjatuhkan kepala di atas bantal, berbaring miring sambil menghadap ke layar ponselnya.
"Ora, Mas. Sing penting uang jajanku lancar, yo?" Luci bercanda untuk menghilangkan haru yang melingkupinya. Ia terus menarik napas, menghalau air lendir di hidung yang mau jatuh, juga menghapus sisa-sisa air mata yang membuat pipinya lengket.
"Lapo uang jajan? Bakal punya suami, kok."
Luci menyengih. "Bercanda, Masku."
"Kalaupun nanti Mas kasih kamu duit lagi, jangan lupa izin sama suamimu, ya, kalau terima duit dari Mas. Biar dia nggak tersinggung."
"Iya, paham, Mas."
"Mas mau minta maaf juga. Waktu itu Mas nggak bisa belain kamu di depan Ayah sama Ibu. Mas nggak bisa bantah Ibu soal pilihan antara karirmu atau menikah. Bukannya Mas nggak mau belain, tapi kamu tau sendiri, kan? Ibu itu kalau udah A, bakal A terus. Makin ditolak, makin menjadi-jadi. Yah, karena sekarang kamu udah menerima, Mas cuma berharap yang terbaik buat kamu dan rumah tanggamu, ya, Dek."
"He'em. Makasih, Mas."
"Berarti dua minggu lagi, ya, acaranya?"
Luci mengangguk membenarkan. "Pokoknya Mas harus datang seminggu sebelum acara!"
"Iya, habis itu Mas dipecat, uang jajan buat kamu batal."
Luci tertawa kencang. Bukan hanya harapan semata, Luci benar-benar ingin meluangkan waktu untuk saudaranya sebelum resmi menjadi milik laki-laki lain. Ia ingin mengunjungi banyak tempat bersama Haka, tempat-tempat yang sering mereka datangi ketika masih belum terpisah pulau dan tempat tinggal. Namun, Luci juga tidak mau menghambat rezeki Haka, jadi ia akan terima saja kapan pun Haka bisa datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Camera [COMPLETED] ✓
Romance✨ Cerita terpilih untuk Reading List @WattpadRomanceID [Bittersweet of Marriage - Maret 2023] ✨ Naskah Terbaik #1 event Menulis Novel oleh Semanding Books Blurb: Luci boleh melanjutkan karirnya di Jakarta dengan syarat harus memiliki suami sebab ked...