10. Pertimbangan

9.6K 863 71
                                    

Happy reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading!

***

Setelah setengah jam membersihkan tubuh yang sejak kemarin sore belum tersentuh air, akhirnya Luci keluar dari kamar mandi. Tubuhnya terasa sangat segar dan bersemangat. Salah satu alasannya juga karena kamar yang ditempati bisa membuatnya sangat nyaman. Padahal, Luci selalu merasa tidak nyaman jika bukan tidur di kamarnya sendiri, bahkan di kamar Kiki sekalipun.

Kamar besar yang diketahui sebagai kamar Dekada itu menyimpan kesan tenang dan damai, jauh dari kebanyakan kamar laki-laki yang pernah Luci tahu, termasuk kamar Haka. Jika kebanyakan laki-laki menggunakan warna-warna gelap untuk menyelimuti tembok kamarnya, Dekada justru memilih warna yang hangat, yaitu kuning mustard. Ketika membuka mata di pagi hari, Luci merasa telah terbaring di bawah hangatnya sinar matahari. Aroma pengharum ruangannya pun sesuai selera Luci, sangat lembut dan tidak menusuk penciumannya.

Luci menghadapkan dirinya di cermin. Tubuh rampingnya terbalut bathrobe putih yang sudah disiapkan di kamar itu. Rambutnya yang basah dibungkus dalam handuk yang juga sudah tersedia. Satu hal yang membuat Luci berpikir, yaitu tentang meja rias tempatnya bercermin sekarang. Luci tidak ragu kalau itu benar-benar kamar Dekada karena foto-foto suaminya terpajang di sana, barang-barangnya sesuai selera laki-laki, lalu satu lemari besar masih terisi pakaian dan keperluan Dekada. Hanya saja Luci yakin bahwa meja rias di hadapannya mungkin baru dimasukkan ke dalam kamar itu. Luci akhirnya paham kalau Dekada sudah menyiapkan segala keperluannya di sana. Laki-laki itu selalu manis.

Rambutnya terlepas dari bungkusan handuk. Sedang asyik mengusap-usap rambut lembabnya, tiba-tiba pintu terbuka dan Luci terlonjak kaget karena Dekada masuk begitu saja.

“Deka!” pekik Luci yang langsung menyibak handuk yang tadinya untuk rambut, sekarang tersampir di tubuh atasnya. Padahal ia sudah memakai bathrobe, malah dilapisi lagi.

Dekada gelagapan. Dia memang berniat untuk masuk untuk mengambil pakaian dan ingin membicarakan sesuatu.

“Duh, maaf, Ci.” Dekada meringis. Bukannya langsung keluar, ia malah ngacir ke lemari bajunya dan membuat Luci melotot. “Saya lupa siapkan pakaian di kamar sebelah.”

Dekada bahkan tanpa ragu-ragu melepas kaus oblongnya dan mengganti dengan baju lain pilihannya.

“Aaaa! Deka!” Luci memekik makin tajam sambil menutup mata dengan kedua tangan. Habisnya Dekada juga tiba-tiba membuka celana pendeknya begitu saja dan diganti dengan celana jogger andalannya. Luci meremang geli karena sempat melihat suaminya yang hanya memakai celana dalam.

“Deka, keluar nggak kamu, hah?!” Luci masih menutup mata, tetapi tangannya mengibas, mengusir Dekada dari sana. “Ih, bisa-bisanya santai aja buka baju sama celana begitu!”

Dekada mendesah resah. “Ci, saya buru-buru banget, tapi ada yang mau saya kasih tau.” Ia sebenarnya tidak enak masuk kamar begitu saja, apalagi sekarang yang ia lihat adalah Luci yang baru selesai mandi. Aroma sabun menguar lembut dan memesona.

Behind the Camera [COMPLETED] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang