19. Pereda Sakit

7.4K 599 72
                                    

Update!!!

Jangan ada sider di antara kita 😘💙

Happy reading!

***

Dekada makin panik ketika Luci mengatakan perutnya sakit sebab datang bulan. Dekada sering melihat mamanya kesakitan seperti itu, dan bodohnya dulu Dekada tidak begitu peduli terhadap kesakitan sang mama. Sekarang, Dekada melihat langsung istrinya yang mengalami, ia tidak mungkin mengabaikannya.

"K-kamu ada pembalutnya?"

Luci tidak kuat bersuara, ia hanya bisa menggeleng dan mengarahkan telunjuknya ke ujung lorong, di sana ada kamar mandi. Untungnya Dekada langsung paham maksud isyarat istrinya. Sudah berniat membopong tubuh Luci, tetapi perempuan itu menggeleng dan minta dituntun saja. Dekada tak ambil pusing, ia hanya perlu menurut kemauan Luci.

Sebenarnya Luci perlu pembalut dulu sebelum membersihkan, tetapi ia sungkan jika meminta Dekada untuk mencarikan benda itu. Luci sudah masuk ke salah satu kamar mandi, sementara Dekada hanya menunggu di depan pintu toilet perempuan. Dekada mondar-mandir di tempatnya, cemas sekali pada Luci, apa istrinya bisa bergerak sendiri?

Dekada terkejut mendengar sayup-sayup rintihan Luci, detak jantungnya menjadi lebih cepat karena panik. Mata Dekada berpendar, memastikan tidak ada siapa pun di sana atau di dalam. Setelah merasa situasi sepi, Dekada lantas mendorong pintu utama dan menebak di mana Luci. Hanya ada satu tempat yang tertutup, Dekada yakin Luci di dalam sana.

"Ci? Kamu nggak apa-apa?"

Kunci pintu terbuka, Dekada langsung masuk dan menutupnya kembali. Perasaannya makin kalut saat melihat Luci sudah berjongkok dan keringat dingin membasahi wajahnya, terlebih air matanya pun ikut menetes.

"Luci, hei, kamu kenapa? Sakit banget, ya?" resah Dekada. Sekarang, ia coba untuk memegang kedua pundak Luci, memintanya untuk berdiri. Dan, ketika Luci sudah berdiri, kakinya benar-benar tidak bisa diandalkan sebagai tumpuan, jadi Luci menyandarkan kepala di dada Dekada sambil mengalungkan tangan di leher laki-laki itu, sementara Dekada bersandar di tembok sambil menahan bobot tubuh Luci dengan cara memeluknya.

Rintihan Luci terus terdengar. Dekada seperti ikut merasakan sakitnya, napasnya terengah dan juga berkeringat dingin. Ketika Luci makin menjatuhkan diri ke dalam dekapan Dekada, seketika sakit di pinggang Dekada terasa lagi, tetapi sebisa mungkin Dekada menahan nyerinya, menguatkan posisinya demi Luci.

Dekada mengusap-usap tulang belakang Luci, lalu berbicara lembut, "Ci, kasih tau aku harus ngapain sekarang? Kita ke ruangan kesehatan aja, ya?" Dekada melirik tangannya yang sempat menyentuh bokong Luci, ada sedikit bercak merah di jemarinya. Dekada tidak peduli itu, tidak ada jijik sedikit pun, yang dirasakan adalah makin khawatir terhadap keadaan Luci yang masih merintih.

Luci mengangguk lemah, setuju untuk pindah ke ruang kesehatan saja. Dekada sudah hampir membuka kunci, tetapi terdengar derap langkah dan membuatnya kembali mengunci pintu.

"Siapa di dalam?"

Terdengar gedoran. Luci mengenal suara itu, salah satu kru yang cukup dekat dengannya.

"Luci," balas Luci sekuat mungkin mencoba untuk bersuara agar Dekada juga tidak panik.

"Ci, kamu kenapa? Kok, kayak kesakitan gitu?"

"D-datang bulan, Mbak."

"Loh, ya, ampun. Sini aku bantu ke ruang kesehatan, di sana ada pembalut, kok!"

"Bisa sendiri, Mbak."

"Yang benar, ya?"

"Hm."

Luci memejamkan mata kuat-kuat saat perutnya terasa melilit lagi, bahkan lebih kencang dari sebelumnya. Matanya yang basah sempat bertatapan dengan Dekada sebelum kembali membenamkan wajah di dada Dekada dan makin mempererat pelukan. Sesekali Dekada pukul pinggangnya sendiri untuk meredakan sakit yang ditahan, entah akan membaik atau justru makin memburuk karena asal dipukul begitu, ia hanya perlu mengalihkan rasa nyerinya.

Behind the Camera [COMPLETED] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang