Brandon tiba-tiba muncul kembali, jatuh dan tergeletak di atas panggung. Wajahnya tampak meringis dan pucat pasi. Anak-anak terperanjat dan berhamburan mendekatinya.
"Apa yang terjadi?" tanya Pak Warren, tidak berkesan cemas. "Ceritakan kepada anak-anak."
"Ketika aku menghilang," papar Brandon setelah bangkit berdiri, "aku terpental ke sebuah area di Locusta Originia. Rasanya sakit sekali, aku berusaha berkonsentrasi penuh dan rasa sakit itu menjadi berkurang."
"Jadi," sela Pak Warren berpaling ke arah anak-anak, "ingat, rasa sakit pasti akan mendera. Kalian harus berkonsentrasi penuh agar rasa sakit itu memudar."
"Setelah rasa sakit itu menghilang," timpal Brandon, meringis, "aku tiba-tiba sudah berada di hadapan sebuah rumah tua. Kurasa itu terjadi karena aku memikirkan rumah itu dan tiba-tiba muncul di depan seorang petani tua. Pria itu melihatku dan mendadak berteriak keras sekali, lari terbirit-birit ke dalam sebuah rumah. Tiba-tiba dari arah semak belukar, mucul seekor ular phyton yang bergerak melesat ke arahku. Aku langsung menekan cincin ini."
Anak-anak berpandangan dengan terkesima. Mereka menjadi begitu penasaran mendengar cerita Brandon dan terlebih lagi, upaya Pak Warren mendemonstrasikan penggunaan alat Maestro dengan mengirim Brandon, memberikan pengaruh sesuai dengan yang diharapkan. Anak-anak menjadi lega saat melihat Brandon mampu kembali ke Morte-Orbis bagaikan menjentikkan jemari tangan setelah menekan mata cincin penyelemat.
Anak-anak mulai mencoba menggunakan mesin waktu itu.
"AAAAAA!"
Sebuah teriakan memekakkan telinga menggelegar di udara.
Melody Harlow terlempar, terjungkir balik dan terjerembab di atas panggung setelah mengajukan dirinya untuk mencoba pertama kali. Dia hanya menghilang selama lima menit setelah meluncur dari dalam moncong meriam.
"Tidak!" teriak Melody, menggelepar. "A-aku ... aku tak sanggup, Pak! Tolong, sakit, sakit sekali! Kurasa aku akan mengalami trauma seumur hidupku akibat dari pengalaman ini ... aduuhh!"
"Kau sudah sampai di Locusta Originia?" tanya Pak Warren, mengabaikan prediksi trauma Melody.
"B-belum, Pak!" rintih Harlow. "Aku berusaha untuk konsentrasi, tapi sakit sekali, leher dan punggungku seperti dirajam pisau! Tapi ...."
Anak-anak menunggu Melody meneruskan celotehnya. Napasnya terengah-engah. "Tapi ... sebelum itu terjadi, sebuah perasaan yang luar biasa aneh menyergapku."
"Perasaan aneh?" tanya salah seorang murid, mengangkat alis. "Perasaan apa, Harlow?"
"Iya, perasaan aneh, perasaan sedih yang luar biasa hebat tiba-tiba menyerbu pikiranku."
Anak-anak kemudian secara bergiliran mencoba dan tak begitu memercayai ocehan Melody tentang perasaan tak lazim yang dialaminya. Setelah mereka mencoba, di luar dugaan, kali ini Melody tidak membesar-besarkan ceritanya. Mereka mengalami hal yang sama dengan remaja dramatis itu.
Sementara itu, Pak Rafael Watterfield yang berdiri mengawasi kegiatan tampak girang saat dia mengecek data level murid melalui tablet di tangannya. Benar sekali, level anak-anak meningkat drastis setelah mereka mencoba alat Maestro meskipun peningkatannya rata-rata semata disebabkan oleh pengalaman mereka menggunakan alat Maestro pada level pertama, menghilang dan terserang oleh perasaan nestapa dan tusukan pisau tajam di leher dan punggung. Perkembangan level mereka dirasa cukup signifikan.
Beberapa remaja mampu menaklukkan rasa takut hingga mampu menerobos dimensi Locusta Originia walaupun hanya beberapa menit karena diseruduk oleh energi manusia yang berpapasan dengan mereka. Sementara itu, Dennis, Denziel, Serena dan Megan menunggu giliran mereka dengan perasaan cemas. Dennis tampak menuturkan penjelasan sebab ketiga sahabatnya terus-menerus bertanya tentang situasi di bumi.
KAMU SEDANG MEMBACA
PURA-PURA MATI
Fantasy(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA) Seorang remaja moody terbujuk untuk berpura-pura mati, memalsukan kematian dan melarikan diri ke sebuah dunia rahasia demi menyelamatkan sebuah keluarga yang dikasihi dan turut serta menyelamatkan sebuah kapal pesiar mi...