Bab 3: Melamun

5 2 0
                                    

Dennis nyengir. Kebiasaan Bu Ladonna yang gemar memotong kalimat sendiri agar murid menyambungnya, membuatnya teringat pada guru-gurunya di Bali dulu. Wanita eksentrik itu kembali melanjutkan penjelasan. Keceriaan menghiasi wajahnya. Semua anak di kelas kelihatannya menyukai pelajaran yang disampaikan walaupun sebenarnya hal utama yang mereka pikirkan adalah hari Rabu yang tidak mewajibkan mereka untuk hadir di sekolah.

Sementara itu, Dennis Reeves kembali mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi mendengarkan keterangan Bu Ladonna.

Semua itu gara-gara kau Dennis, anak pembawa bencana! Teriakan Dokter Harris di benak Dennis sekarang seakan-akan mengalahkan suara Bu guru yang sibuk menjelaskan. Anak pembawa kehancuran, berbalik-lah, putar haluan, jangan percaya pada anak sial ini! Suara para Whisperers di dalam lautan tiba-tiba menghantamnya bertubi-tubi. Dennis menutup telinganya rapat-rapat dengan kedua tangannya.

"Tidaaaak!"

Dennis Reeves menoleh ke kiri dan kanan. Alangkah kagetnya, ruangan aula telah menjadi hening seketika. Seluruh murid menatapnya dengan keheranan. Dia baru saja berteriak dengan suara menggelegar. Bu Ladonna langsung berjalan mendekatinya dan tiba-tiba menyadari bahwa anak imigran dari Locusta-Orginia yang diceritakan oleh Bu Dawson dalam rapat guru kemarin ini mungkin sedang mengalami kesulitan psikologis beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

"M-maaf ... maaf Bu Ladonna," kata Dennis terbata-bata. "Saya tidak bermaksud..."

"Dennis," kata Bu Ladonna, "Ibu mengerti, kau baru saja pindah ke sini, bukan? Ibu sarankan kau beristirahat di ruang kesehatan kita sekarang juga."

"Maaf Bu, beri saya kesempatan sekali lagi," ujar Dennis setengah meratap. "Kalau tidak berhasil, saya akan langsung pergi ke ruang Kesehatan. Tolonglah, Bu, saya tak ingin kehilangan pelajaran Ibu di pertemuan pertama ini."

"Baiklah Dennis, tapi janji ya, kalau berikutnya Ibu melihat ada yang tidak beres lagi, Ibu akan langung telefon petugas kesehatan kita."

"Baik, Bu, terima kasih."

Sesaat kemudian, Bu Ladonna kembali melanjutkan penjelasannya. Murid-murid tentu saja sangat menyukai idenya, bahkan bersorak kegirangan di dalam hati. Bayangkan, setiap hari Rabu tidak harus hadir di sekolah, tetapi dibebaskan mengeksplorasi bakat yang tersembunyi di dalam diri. Mereka membayangkan akan berkeliaran di sudut-sudut kapal dan bersenang-senang. Sementara itu, Serena dan Megan tampak saling berbisik mencemaskan Dennis. Mereka berdua menyesal telah memilih tempat duduk yang terpisah dari Denziel dan Dennis.

"Megan, lihat Dennis, parah sekali," kata Serena dengan wajah yang sangat cemas. "Halusinasi ikan hiu itu..."

"Tapi itu bukan halusinasi, Serena," potong Megan. "Kau kan melihat sendiri hiu itu..."

"Aku tahu, Megan," kata Serena. "Hiu yang menyerang kita berempat itu memang nyata. Tapi aku sekarang yakin, setelah Dennis menghilang tiga hari di kastil itu, hiu yang kita lihat memberikan pengaruh halusinasi terhadap Dennis."

"Bagaimana kau tahu kalau itu halusinasi?" tanya Megan bingung.

"Hanya Dennis yang melihat hiu itu sekarang," bisik Serena mencuri-curi pandang ke arah Bu guru. "Halusinasi ikan hiu itu muncul lagi dua kali di kastil, di ruang rawat dan saat kita naik kapal dan sekarang muncul lagi di sini, di lorong sekolah. Dennis baru saja berteriak. Kurasa dia melihat penampakan ikan hiu itu lagi di dalam ruangan ini. Aku khawatir sekali akan kondisi Dennis."

Bu Ladonna memalingkan kepalanya ke arah Serena dan Megan yang langsung terdiam. Saat ini semua murid mulai memahami bahwa mereka tidak boleh main-main dengan satu hari Rabu yang khusus dipergunakan untuk pelajaran Creativity 1 ini. Mereka menyadari bahwa 'Nek Ladonna' memiliki sifat yang sedikit mengerikan dan harus selalu diwaspadai sebab semburan kata 'nenek' dari mulutnya benar-benar setajam sebilah pedang.

PURA-PURA MATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang