Bab 10: Tenggelamnya Pulau Bali

451 61 61
                                    

Minggu pagi ini begitu cerah, ombak berkejaran, memecah di tebing tepi pantai dan sudut pulau Bali yang menakjubkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Minggu pagi ini begitu cerah, ombak berkejaran, memecah di tebing tepi pantai dan sudut pulau Bali yang menakjubkan. Sayap-sayap berkepak di udara seakan lambaian tangan, mengajak semua yang gundah-gulana untuk tidak kehilangan kesempatan berkeliling, menikmati keindahan pulau yang tiada tara.

Dennis Reeves menemukan dirinya bangun lebih awal dan segera bersiap-siap untuk ikut serta ke pantai bersama keluarga Dokter Harris. Senyum ceria terkembang di wajahnya, memikirkan betapa sesuatu yang menyenangkan dan penuh arti mulai terjadi dalam hidupnya.

"Hei, mau ke mana kau, Dennis?" teriak Pedro, turis asal Spanyol yang sedang duduk di ruang rekreasi penginapan saat Dennis melintas.

"Wah, hello Pedro!" ujar Dennis tersenyum. "Hari ini aku akan pergi ke pantai bersama keluarga Dokter Harris yang tinggal di depan penginapan ini."

"Bagaimana dengan pesananku," ujar pemuda 20an itu. "Nasi goreng Bali spesial-ku, aduuh, kau tidak bisa memasaknya hari ini?"

"Oops ... astaga, sorry," Dennis nyengir pahit. "Aku baru ingat. Tapi kalian bisa memesan nasi goreng yang sama di pantai nanti, oke?"

Pedro tentunya kecewa. Sudah semalaman memikirkan nasi goreng kesukaannya itu. Ketagihan masakan yang menerbitkan air liur buatan Dennis dan dijualnya di penginapan ini. Dennis berjalan keluar menuju halaman, ngucek-ngucek alisnya. Di seberang jalan, Dokter Harris, Bu Cynthia dan anak-anak sedang sibuk mengepak barang ke dalam bagasi mobil. Nicky berteriak gembira melihatnya dan Rivaldy merasa lega bahwa Dennis bisa turut ke pantai.

"Hello Pak, Hello Bu Cynthia!" Dennis menyapa. "Bisa aku bantu?"

"Senang sekali kau bisa ikut piknik, Dennis," ucap Bu Cynthia tersenyum ramah. "Kau pemandu untuk kita hari ini, ya? Ini pertama kali kami ke pantai Kuta. Itu, ada barang-barang di ruang tamu."

"Siap, Bu Cynthia!" kata Dennis nyengir. Ketiga anak laki-laki itu kemudian sibuk mengangkat barang sambil berceloteh dengan gembira. Tak lama kemudian, mobil mereka melaju di jalan menuju pantai Kuta.

Mereka tiba di pantai yang terlihat hiruk-pikik dengan para pengunjung. Langit biru cerah sementara ombak berkejaran dan memecah menjadi buih. Dennis berjalan di belakang Dokter Harris dan Rivaldy menuju ke pantai untuk melihat dan merasakan air laut yang menjilati telapak kaki. Dia memperhatikan Rivaldy yang sedang melangkah di samping ayahnya. Sesaat kemudian, Dokter Harris dan Rivaldy berlari kecil. Rivaldy mencoba bergelantungan di lengan ayahnya tetapi tentu saja tak bisa, sudah terlau berat sekarang. Kemudian secara tak terduga Dokter Harris menggendongnya di punggung, berlarian sambil tertawa gembira.

Pemandangan itu membuat langkah Dennis melambat. Perasaan sesak di dada, perasaan iri yang menyergap. Heran, mengapa dia tiba-tiba memiliki perasaan seperti ini? Bodoh sekali. Entah mengapa, dirinya juga menginginkan keasyikan yang baru saja dialami Rivaldy dengan ayahnya. Seharusnya dia juga bisa bergelantungan di lengan Dokter Harris yang baik hati dan simpatik, lalu digendong ke pantai. Dia juga berhak untuk mengalaminya. Jika tidak, akh, rasanya seperti kehilangan sesuatu. Dia menjadi murung dan tiba-tiba terjebak dalam lamunan.

PURA-PURA MATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang