Dokter Harris mengemudikan mobilnya bagaikan kesetanan! Bu Cynthia, Rivaldy dan Nicky tercekam dalam ketakutan. Bu Cynthia tak henti-hentinya berteriak memperingatkannya agar memperlambat kecepatan. Kendaraan itu melalui banyak tikungan tajam di tengah guyuran hujan lebat. Dalam kepanikan, Dokter Harris berusaha mengingat petunjuk dalam mimpinya. Dia benar-benar dikejar waktu. Semua bisa menjadi lintang-pukang. Polisi akan sangat mudah melacak jejak mereka dan saat tertangkap sepertinya cuma tinggal menunggu waktu saja andai mereka tidak bergegas menuntaskan rencana.
"Harris!" teriak Bu Cynthia. "Tolonglah! Pelankan mobilnya! Kau akan membuat kita semua mati!"
"Biar, biar kita semua mati, aku tidak peduli!" Bayangan jeruji penjara terus menghantui. "Aku bukan pembunuh dan aku tidak mau masuk penjara untuk perbuatan yang tidak pernah aku lakukan!"
Mobil melaju makin cepat. Semua berpikir bahwa sebentar lagi mereka akan bersimbah darah dalam kecelakaan yang fatal!
"Dengarkan aku, Harris!" Bu Cynthia kembali berteriak, teringat pada sesuatu yang sangat penting. "Sebelum kita melanjutkan pelarian ini, turuti satu permintaanku!"
"Apa Cynthia, apa yang kau inginkan, cepat katakan!"
"Putar mobilmu, bawa aku ke tempat Dennis, dia tidak boleh ditinggal! Dia harus ikut bersama kita. Semua ini ide darinya. Dia tidak punya siapa-siapa di dunia ini yang akan membantunya."
"Tidak! Dia ...."
"Aku janji, Harris," pinta Bu Cynthia memelas. "Saat kita tiba di tempat itu, kita akan berpisah dengan Dennis, dia tidak akan tinggal bersama kita. Tapi, dia harus ikut kita sekarang. Kalau bukan karena dia, kita tak kan pernah punya jalan untuk melarikan diri seperti ini!"
"Tidak ... tidak ... tidak, aku tidak mau membawa anak itu, kau mengerti?" teriak Dokter Harris makin keras.
"Aku akan melompat dari mobil ini sekarang juga kalau kau tidak membawaku ke tempat Dennis!"
Bu Cynthia tidak main-main dengan ucapannya. Tangannya bergerak hendak membuka pintu mobil. Anak-anak berteriak histeris menahannya. Dokter Harris segera mengunci pintu mobilnya, tetapi Bu Cynthia terus-menerus berteriak histeris.
"Baiklah! Baiklah!" teriak dokter Harris dengan kemarahan yang tertahan. Wajahnya merah padam. Mobil itu segera berbalik memutar menuju ke panti asuhan tempat Dennis tinggal.
Tiga puluh menit kemudian mereka tiba. Bu Cynthia bergegas memasuki gedung panti asuhan dan mencari Dennis yang ditemuinya sedang bermain sepak bola di halaman belakang.
"Dengar Dennis, kemaskan pakaianmu, cepat! Kita berangkat ke Morte-Orbis sekarang!"
"Sekarang?"
"Ya, Pak Harris, Rivaldy dan Nicky menunggu kita di mobil!"
Dennis segera memasukan pakaiannya dan segala barang yang muat dalam tasnya dengan perasaan campur aduk dan bergegas mengikuti Bu Cynthia ke dalam mobil. Tak dihiraukannya anak-anak panti asuhan yang bertanya kepadanya di sepanjang koridor dengan keheranan. Beberapa petugas panti asuhan kelihatan berlarian mengejar mereka di kejauhan.
Lima menit kemudian mobil Dokter Harris telah meluncur dengan kecepatan yang sangat tinggi menuju ke pantai Sanur tempat mereka akan menyeberang ke pulau Nusa Penida. Sesampai di pantai, mereka meninggalkan mobil secepatnya dan naik ke dalam kapal penyeberangan kecil dengan perasaan was-was. Dalam waktu dua puluh lima menit mereka tiba di pulau Nusa Penida.
Mereka terus melangkah ke jalan utama dan menyewa sebuah mobil yang akan membawa mereka ke Pantai Kelingking. Setiba di sana, pandangan mata mereka langsung tertuju pada batu karang yang berbentuk kelingking dari atas, menjulur dari dataran tinggi tempat mereka berdiri.
"Bapak yakin membawa istri dan anak-anak turun dari sini?" Seorang laki-laki berwajah cemas bertanya. Dokter Harris mengangguk. Tanpa menjawab, dia segera memberi kode bagi yang lain untuk turun mengikutinya.
Mereka turun melalui jalan tanah berbatu yang memiliki pagar kiri-kanan dengan pegangan kayu yang disambung jadi satu dengan ikatan tali seadanya. Perjalanan terasa sangat sulit dan mereka berkali-kali terjatuh di tanah. Ketika mereka sampai di tengah jalan, di tempat berbelok yang menurun menuju ke pantai di bawah, Pak Harris berhenti dan membiarkan para turis lain melewati mereka.
"Pasang cincin kalian semua," perintah Pak Harris. Suaranya gemetar. "Nicky jangan menangis. Kita akan naik ke atas punggung karang ini dan terjun ke laut di ujung karang itu. Jangan sampai terlepas cincinnya, karena di situlah kekuatan keseimbangan yang membantu kita agar tidak terjatuh."
Ketika mereka melangkah satu per satu dan mulai berjalan, beberapa turis yang berada di sekitar sontak berteriak-teriak ketakutan.
"Heiii ... kembali, jangan ke sana, Pak, anak-anak bisa jatuh! Kembali ... kembaili ... hoiii!"
Namun, keluarga Dokter Harris dan Dennis terus melangkah.
"Astaga! Apa yang mereka lakukan. Aduh, tolong ... toloong!"
Para turis itu berteriak dengan penuh kengerian saat melihat Bu Cynthia oleng dan hampir terpeleset!
"Astaga! Oh Tuhan!" jerit para turis. Dennis tampak berdiri di belakang Bu Cynthia, menangkap lengan wanita itu dan bersusah payah menyeretnya ke atas.
Mereka tak mengerti bagaimana wanita dan anak laki-laki itu tidak terjatuh dari atas punggung tebi terjal itu. Para turis yang berkerumun kembali berteriak-teriak, tetapi mereka melihat Dokter Harris dan keluarganya beserta Dennis terus menyusuri tebing dengan tangan yang kadang-kadang direntangkan.
Di bawah sana, terlihat para turis yang berjalan di pantai. Mereka keheranan menyaksikan kelima sosok yang nekad menyusuri punggung karang terjal. Mereka berlari dan berkerumun dengan perasaan yang sangat ngeri. Beberapa dari mereka segera merekam dengan kamera.
"Kembali ... hoiiiiii ... jangan ke sana!"
"Astaga, panggil polisi! Mereka mau bunuh diri! Tolong ... toloong!"
Dokter Harris tampak berjalan paling depan, disusul Rivaldy, Nicky, Bu Cynthia dan Dennis. Mereka sangat ketakutan, tetapi terus melangkah, menimbulkan kengerian yang maha hebat bagi semua yang sedang menyaksikan. Tanpa kekuatan cincin yang ada di tangan, mereka sudah dapat dipastikan jatuh dari punggung batu karang yang tampak menjulang di pinggir pantai.
Tiba-tiba terlihat beberapa polisi yang memburu pelarian mereka tiba di tempat para turis berkerumun, di atas undakan.
"Dokter Harris!" Polisi itu berteriak. "Kembali, dokter Harris!"
Orang yang berkerumun bertambah heran ketika melihat tak satu pun dari mereka terjatuh dari tebing curam itu. Para polisi itu tidak bisa berbuat apa-apa, sebab kalau berjalan mengikuti keluarga Harris di punggung tebing itu sama saja dengan bunuh diri. Keluarga Dokter Harris dan Dennis akhirnya sampai di ujung batu karang, di tengah-tengah teriakan para turis yang makin menjadi-jadi.
"Saatnya kita terjun bersama-sama," ujar Pak Harris sambil menatap mereka satu per-satu. "Kuatkan diri kalian semua, jangan terpisah."
Mereka berpengangan tangan dan terjun diiringi jerit mencekam dan histeris dari semua turis yang menyaksikan.
Follow, Vote, and Comment. Thank you
KAMU SEDANG MEMBACA
PURA-PURA MATI
Fantasi(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA) Seorang remaja moody terbujuk untuk berpura-pura mati, memalsukan kematian dan melarikan diri ke sebuah dunia rahasia demi menyelamatkan sebuah keluarga yang dikasihi dan turut serta menyelamatkan sebuah kapal pesiar mi...