Bab 36: Kapal

311 34 39
                                    

Perasaan gelisah menyerbu pikiran Dennis Reeves. Pihak kepolisian belum juga mendapatkan titik terang tentang hilangnya Bu Cynthia dan Nicky. Tiba-tiba, dirinya merasa telah terjebak di tengah kemelut kehidupan yang rumit dan luar biasa aneh. Segala yang diinginkannya terlepas dari tangan, terdampar di sebuah dunia rahasia, sendirian dan terombang-ambing. Pikiran tentang keluarga Dokter Harris, terutama Bu Cynthia dan Nicky tumpang-tindih di dalam benaknya.

Lamunan mengusiknya di sepanjang perjalanan saat dia naik kereta api bersama Serena dan Megan menuju ke kota Bluedragon. Hari ini kedua gadis itu akan mengajaknya berkeliling kota sebagai bagian dari program adaptasi dari organisasi Acampanar.

"Hei, lihat itu, Serena," pekik Megan sambil menunjuk ke arah sebuah toko dengan poster bergambar anjing pudel. Mereka baru saja turun dari kereta dan berjalan di sepanjang sungai Biorota yang membelah kota ini menjadi dua bagian. Di depan toko itu tampak tulisan 'Segera Dibuka, Brenda Rivest'.

"Wah, ini cabang dari toko Brenda Rivest yang sangat terkenal dan lokasinya ada di dekat sekolah kita ya, Megan?"

"Benar, Serena," sahut Megan, berjalan beriringan di samping Megan. "Kau tahu, Brenda Rivest, alumni sekolah kita juga."

Di semua tempat terlihat orang yang berseliweran, berjalan atau meringkuk di kursi-kursi menikmati keindahan sungai Biorta. Kota ini tampak megah dan besar, dengan jalan-jalan yang lebar dan sangat bersih, gabungan tatanan gedung-gedung kuno seperti kastil dan bangunan modern. Di beberapa sudut terlihat kafe dengan kursi-kursi yang dihamparkankan di tepi jalan.

Semua terlihat ditata seapik mungkin agar dapat memikat para setiap orang untuk mampir dan berkunjung. Dennis tampak berjalan di belakang kedua gadis itu. Dia menangkap kata 'sekolah' dan bergegas melangkah beriringan.

"Bagaimana dengan sekolah kalian?" tanya Dennis penasaran.

Kedua gadis itu bertukar pandang. Gawat, pikir Serena sambil berdehem dan memutar otak untuk menghindari menjawab pertanyaan Dennis yang sekarang menatapnya dengan pandangan menunggu. Gadis itu tahu, anak seperti Dennis pasti akan terus-menerus bertanya kalau mendengarnya bercerita tentang sekolah. Mereka pasti akan menghabiskan waktu yang lebih lama untuk memaparkan, padahal sesi penjelasan tentang sekolah sudah diaturnya di hari lain.

"Ayo kita duduk dan minum di kafe itu," ajak Serena. Mereka segera memilih tempat duduk di halaman kafe yang menghadap ke sungai dan penuh dengan pengunjung.

"Sekolah akan dimulai bulan depan," gumam Serena dengan nada sambil lalu setelah minuman diantar. Dia kemudian ngutak-ngatik ponselnya.

"Kau belum menjawab pertanyaanku, Serena," ujar Dennis berusaha tersenyum, tapi terlihat bersikeras. "Di mana kalian akan bersekolah? Aku sendiri sudah didaftarkan di Psadenia Junior High School yang kalian tahu, terletak di dekat danau kita. Bagaimana dengan kalian, Serena, Megan?"

"The Eagle's Wings School," jawab mereka serentak setelah saling bertukar pandang.

"Nama sekolahnya bagus, ya?" gumam Dennis. Rasanya sebuah nama yang tidak asing di telinganya. "The Eagle's Wings – sayap burung elang, aku suka sekali nama ini."

Sedih rasanya jika harus berpisah dengan kedua sahabat baru yang sudah mulai akrab dengannya, apalagi dia hanya memiliki dua sahabat di sini. Kalau satu sekolah pasti lebih menyenangkan. Tapi ....

"Hei!" Dennis tersentak dan nyaris menjatuhkan gelas di meja. "The Eagle's Wings?"

"Ya," gumam Serena Drew. "The Eagle's Wings."

"Akh!" seru Dennis menepuk jidad, teringat sesuatu. "A-aku tertipu oleh mimpiku."

"Mimpi?" tanya Megan sambil memainkan sedotan di gelas.

PURA-PURA MATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang