Pesawat-pesawat helikopter pribadi bergerak menuju ke sebuah pulau pribadi kecil, White Horse Island, yang terletak di tengah lautan. Namun ketika Paolo Morasvic, pria berusia 45 tahun, berambut hitam dan berwajah dingin turun dari helikopternya, dia dan orang-orang yang hadir mengabaikan laut biru bening dan burung camar di sekeliling yang tampak memesona seperti lukisan seorang maestro.
Pikirannya dijejali oleh hal lain. Ekspresi wajahnya terlihat gusar. Ada sebuah pertemuan yang lebih penting berlangsung di pulau ini. Rapat dadakan itu dihadiri kurang lebih 300 peserta. Mereka berada di sebuah ruangan luas di dalam sebuah vila megah dengan salah satu dinding kaca yang menghadap ke pantai. Ruangan itu tampak didesain dengan sentuhan futuristik yang digabung dengan nuansa ruangan model lama seperti di abad-abad lalu di Locusta Originia.
Paolo Morasvic yang saat ini sedang memimpin rapat terlihat tanpa senyum, berdiri dengan pandangan menyapu ke arah para peserta. "Skor 1-0 yang telah berlangsung selama ratusan tahun kelihatannya terancam bahaya," Dia memulai pembicaraannya. "Dan kalian semua tahu apa artinya itu bagi kita semua."
"Maaf Pak," ujar Cameron, pria berjenggot dan berkacamata yang duduk di sebelah Paolo, "Satu-Satu, skor-nya, Pak."
"Perduli setan!" sergah Paolo. "Bagiku Satu-Kosong, karena kita tidak pernah tergantung pada kapal The Eagle's Wings, tapi sebaliknya, kapal itu yang selalu tergantung pada kita."
Paolo tidak memedulikan raut wajah Cameron yang memerah. Dia kembali berbicara pada peserta rapat. "Saya ulangi lagi, apa arti dari skor Satu Kosong jika kita sekarang berada dalam posisi terancam bahaya?"
"Harga diri," sahut salah satu peserta rapat.
"Ah, benar sekali!" ujar Paolo. "Harga diri. Apa yang akan terjadi kalau dalam sejarah, Serpentus dan keturunannya – kita semua di-label pecundang?"
"Kita dan seluruh generasi mendatang akan terpercik aib dan terhina abadi yang tak terperikan," celetuk seorang laki-laki yang duduk di depan.
Seluruh peserta rapat memahami makna pecundang dan harga diri dan berada dalam posisi terpuruk demikian adalah hal terakhir yang mereka ingin dengar saat ini, kendati mereka belum terlalu mengerti arah pembicaraan ketua ilmuan Black Scientist keturunan Serpentus Vipero ini.
"Skor 1-0 itu," salah satu dari peserta rapat memberikan pendapat, "bukan-kah skor itu akan abadi selamanya di sana? Kedudukan kita lebih baik sebab setelah ratusan tahun berlalu, skor itu tidak pernah mengalami perubahan."
"Ilmuan angkuh dan sombong itu, Elmendorf D'Albertis," dengus Paolo, seakan-akan ilmuan itu masih hidup, "yang mencoret nama leluhur kita, Serpentus Vipero dari daftar penciptaan penemuan terbesar sepanjang masa – berhasil dihentikan dalam keangkuhannya berkat kejeniusan Serpentus yang mematahkan langkahnya dengan menciptakan penemuan terbesar yang serupa – berhasil menyelamatkan harga diri kita dan membuat kita terhindar dari catatan sejarah sebagai pencundang abadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
PURA-PURA MATI
Fantasy(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA) Seorang remaja moody terbujuk untuk berpura-pura mati, memalsukan kematian dan melarikan diri ke sebuah dunia rahasia demi menyelamatkan sebuah keluarga yang dikasihi dan turut serta menyelamatkan sebuah kapal pesiar mi...