Bab 37: Menentukan Tanggal

8 2 0
                                    

Kedua penyihir itu menatap Dennis Reeves dengan mata yang menyipit seakan menerawang. Sedetik kemudian, keduanya tampak terperangah. Sesuatu dalam terawang telah membuat keduanya tertegun. Sebelum kedua penyihir itu sempat membuka mulut, Dennis berkata, "Hal inilah yang akan membuktikan bahwa Bapak berdua adalah penyihir yang hebat."

Dennis melambaikan tangan, memanggil pelayan dan berkata, "Kak, boleh pinjam dua kertas dan dua pena?"

Pelayan wanita itu mengangguk dan kembali dengan pena bulu ayam, sebotol tinta dan dua lembar kertas.

"Silahkan tulis tanggal dan hari terbaik untuk penyelenggaraan kegiatan kami Pak," pinta Dennis. "Maaf Pak Edberg, saya mohon Bapak duduk di meja sebelah sini sebentar agar Anda berdua tidak saling melihat tulisannya."

Entah mengapa, kedua pria itu seperti disihir dan menuruti keinginan Dennis, dan kemudian tampak mencoret-coret di kertas. Setelah selesai, Dennis mengambil kedua kertas itu dan meletakkan di atas meja dengan posisi terbalik.

Dennis menatap kedua pria itu dan secara perlahan membalik kedua lembar kertas itu secara bersamaan.

"Nah, benar!" seru Dennis terpana. "Anda berdua penyihir yang hebat!"

Di atas kedua kertas itu tampak tertulis tanggal dan hari yang persis sama.

September 15

Pak Edberg Cameron kembali bergabung di meja Pak Ferdinan Theodore.

"Selamat Pak," kata Dennis dengan mata berbinar-binar. "Anda berdua memang penyihir yang hebat! Dugaan saya tidak keliru!"

Dennis menggerakkan tangannya ke udara, kedua penyihir itu menyambut sehingga telapak tangan mereka saling bersentuhan. Plak! Ketiganya tertawa gembira.

"Saya akan menggunakan tanggal dan hari di kertas ini untuk melakukan kegiatan kami, Pak," jelas Dennis ceria. "Saya lega sekarang dan merasa bahwa kegiatan kami akan semakin sukses dengan ramalan tanggal dan hari yang bapak berdua tetapkan. Untuk itu, saya juga mengundang Bapak berdua hadir di acara kami di tanggal ini."

Kedua penyihir yang baru saja jatuh harga dirinya di mata penduduk desa ini sangat gembira dengan hal yang sedang Dennis lakukan. Kekecewaan dan luka yang menggores di hati seakan terobati. Mereka mengobrol dan memesan beberapa cangkir kopi lagi. Setelah beberapa saat, Dennis mengucapkan terima kasih dan sekali lagi menegaskan undangan untuk hadir di hari yang baru saja mereka tetapkan.

Ketika Dennis berlalu, Pak Edberg berkata, "Apakah kau merasakan aura yang mengitari anak hebat itu?"

Pak Ferdinan Theodore menganggukkan kepala.

"Aku bergetar, Pak," ujar Pak Ferdinan Theodore. "Anak itu telah mengembalikan harga diriku lagi dan kurasa kau juga merasakan hal yang sama, kita masih penyihir yang hebat."

Pak Theodore menganggukkan kepala. "Apa kau akan menghadiri acara yang dia dan teman-temannya akan selenggarakan?"

"Aku akan hadir, dan kau tahu mengapa, kan?"

Kedua penyihir itu saling bertatapan dan menganggukkan kepala.

"Biarpun dia telah menghilangkan satu bagian dari cerita itu, aku tahu," ujar Pak Ferdinan Theodore, seperti merenung. "Anak itu telah menghilangkan bagian tentang ramalan kematian itu."

"Ya, aku tahu," gumam Pak Edberg Cameron. "Aku akan hadir, naluriku mengatakan, tampaknya kita akan menyaksikan sejarah besar di desa ini pada tanggal 15 September minggu depan."

Sementara itu, kesibukan latihan di aula Gema Lonceng makin menjadi-jadi. Dengan acara-acara yang padat, Denziel dan Dennis tampaknya tak bisa turut serta dalam kegiatan vocal grup yang rencananya akan ditampilkan oleh kelompok anak laki-laki yang akan menyanyikan lagu Tears in the Rain. Setelah Denziel mengecek, ternyata seluruh anggota vocal grup juga tidak akan bisa terlibat, karena mereka sudah terlalu sibuk di sesi lain.

PURA-PURA MATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang