Bab 32: Ramalan Kematian

11 2 0
                                    

"Jul, aku Denziel Larson, ketua kelompok kami," Denziel tersenyum ramah, memperkenalkan diri sambil mengamati Juliette. Apa tidak sulit melihat dengan satu mata tertutup rambut gitu, ya? Celetuknya di dalam hati. "Kami merencanakan untuk melakukan sebuah konser dan bazar dalam kegiatan kami di desa ini."

"Wah, kedengarannya mempesona!" celoteh Julliette sambil memperhatikan wajah Denziel dengan penuh perhatian. Tampaknya remaja tampan itu lebih memikat ketimbang kegiatan bazar bagi Juliette.

"Mungkin kau punya permen baru yang bisa dipromosikan di bazar nanti?" tanya Denziel terlihat antusias.

"Wah kebetulan sekali," sahut Juliette dengan mata cokelatnya berbinar-binar. "Kami baru saja memesan beberapa jenis permen baru."

"Bagus sekali," ujar Denziel membuka tas-nya, "Ini proposal kegiatannya, siapa tau tertarik."

"Benar, Jul Sweet," sela Megan yang tiba-tiba muncul di balik punggung Denziel. "Kami akan mengundang seluruh penduduk desa ini untuk datang dan juga bahkan desa-desa lain di sekitar sini, pasti permen dan coklatmu ludes semua."

"Kau pacar Denziel?" tanya Juliette, tembak langsung dengan ekspresi wajah yang mendadak menjadi sangat suram.

Megan tersipu. "Bukan! Aku wakil Denziel, Jul, don't worry. Aku sudah punya pacar sendiri. Tuh, liat - cowok yang sedang berdiri di dekat kereta kuda itu - that's my boyfriend."

Juliette menoleh keluar jendela dan melihat Michael yang sedang asyik mengobrol dengan Noah. "Astaga, wah cocok sekali, ya! Kau pacaran dengan Michael?"

Megan menganggukkan kepala dengan senyum simpul menghiasi wajah.

"Wah, beruntung sekali!" ceplos Juliette, wajahnya kembali berubah ceria. "Michael dan Noah termasuk cowok yang jadi rebutan di desa ini. Semoga cinta kalian selalu semanis permen-permen yang ada di toko ini, ya!"

Wajah Megan menjadi merah padam, tersenyum speechless. Kunjungan ke toko permen Jul Sweets membuahkan hasil. Gadis itu sangat antusias ingin turut serta dalam kegiatan bazar meskipun alasan utamanya karena dia naksir Denziel.

"Kau tidak mencampur-adukan business dan pleasure, kan Denziel?" seloroh Dennis ketika mereka keluar dari toko itu diiringi dengan kehebohan celoteh dan lambaian tangan Juliette.

Dezniel tergelak, sedikit heran mengapa gadis di toko itu seperti tertarik padanya. Detik-detik seorang remaja yang menyadari pesona dirinya mulai terjadi padanya. Jangan-jangan aku sudah mulai berubah menjadi seorang cogan, pikirnya terkikik dalam hati.

Dennis dan Denziel tidak menyadari mereka berdua sekarang sudah terlihat seperti remaja-remaja keren yang digandrungi para gadis yang mulai 'terperangkap' dalam pikiran tentang cinta. Sementara itu, pada saat ini Dennis dan teman-temannya sudah mulai terbiasa dengan rintik hujan yang tak pernah reda. Dengan bungkusan-bungkusan coklat dan permen dari toko Jul-Sweets, mereka berjalan menelusuri emperan pertokoan dan mulai memilih tempat-tempat yang dianggap potensial untuk kegiatan bazar nanti.

"Maaf," sapa seorang pemuda kurus, dengan rambut pirang keriwil. "Bisa mampir ke tokoku sebentar? Kudengar kalian akan mengadakan bazar, aku baru membuka bisnis-ku."

Mereka berjalan mengikuti pemuda yang berusia sekitar 25 tahun itu memasuki toko Orlando's Mask Accessory Shop.

"Astaga, artistik sekali topeng-topeng ini!" seru Serena mengamati topeng-topeng unik yang berjejer di dinding. Beberapa aksesoris eksostis lain seperti kalung, gelang dan cincin tampak di beberapa tempat.

"Aku Orlando," ujar pemuda yang tampak gelisah itu. "Aku penggemar seni. Toko ini baru dibuka, orang tuaku kurang setuju dengan bisnis ini, mereka menyarankanku untuk membuka restoran, tapi minatku tidak di sana. Topeng-topeng yang ada di sini semua kreasiku."

PURA-PURA MATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang