18. Pagi yang Buruk (2)

734 52 0
                                    

Selamat membaca! 🧡

Note: kalau tidak sabar nunggu update di sini, bisa baca lebih dulu di karyakarsa, di sana sudah sampai part 60+

___________


Galen keluar dari kamar Clinton dan menutup pintunya. Ia menghela napas panjang, kemudian mengubah ekspresi gusarnya menjadi datar. Ia pun berjalan ke ruang keluarga. Di sana ia mendapati July yang duduk gelisah di atas sofa. Begitu melihat kedatangannya, July lantas bangkit. Ia mengernyit, kemudian melanjutkan berjalan.

"Galen!" panggil July pelan.

Galen menoleh dan menghentikan langkahnya. Ia kemudian berbalik menghadap July yang mendekatinya.

"Ada apa?" tanya Galen tenang.

"Aku mau minta maaf padamu," jawab July.

"Buat apa?" Galen mengernyit heran.

"Aku membuat kesalahan dengan bilang bahwa mungkin Yuzuru baik buat Ciara. Aku minta maaf karena hal itu. Aku tahu kalian saling menyayangi satu sama lain. Hanya saja, akhir-akhir ini aku melihat hubungan kalian memburuk. Ciara lebih banyak menderita. Aku minta maaf karena hanya melihat dari satu sisi. Padahal kamu juga pihak yang tidak kalah menderita karena hal ini. Aku tahu keputusan ini sangat berat kamu buat. Aku minta maaf karena berkata seperti itu. Aku mengaku bersalah dan terlalu terbawa emosi. Beberapa hari ini Yuzuru memang datang ke sini dan membantuku," ungkap July jujur.

Galen tersenyum simpul. Ia mengangguk kecil.

"It's okay. Aku tidak marah padamu karena bicara seperti itu," balas Galen tenang.

July justru bingung mendapati respon Galen yang cukup tenang. Ia merasa malu karena membandingkan Galen dengan Yuzuru. Sementara Galen justru terlihat biasa saja dan menerima permintaan maafnya dengan mudah.

"Kamu berhak marah, Gal. Tapi sekali lagi, aku minta maaf." July menatap sendu pada Galen.

"Aku memaafkanmu. Kau mengomentariku seperti itu adalah hakmu. Kalau aku memang begitu di matamu, aku tidak masalah. Hanya saja, Ciara tetap akan menjadi milikku." Galen tersenyum simpul dan menepuk pundak July.

July mengangguk kecil.

"Ciara di mana?" tanya Galen kemudian.

"Dia pergi ke atas. T-tadi dia marah besar sama aku karena bicara begitu tentangmu. Dia bahkan bilang akan merawat Clinton seorang diri. Dia juga sangat marah dan tidak terima aku membicarakan hal yang tidak disukainya tentangmu. Semua memang salahku yang bicara hanya dari sudut pandangku saja," jawab July.

"Oke. Aku susul dia dulu kalau gitu." Galen bergegas menuju anak tangga untuk ke lantai dua.

Galen khawatir dengan Ciara. Ia tidak peduli dirinya dihina orang, tetapi Ciara jelas peduli akan hal itu. Sebab itu pula ia tidak akan membiarkan Ciara sedih berlarut-larut.

Galen membuka pintu kamar, tetapi tidak menemukan siapa-siapa di dalam. Ia melihat pintu yang menghubungkan dengan balkon sedikit terbuka. Tanpa berpikir lama-lama, ia bergegas ke arah balkon. Ia dorong pintu itu agar terbuka lebar. Ia menapak ke lantai balkon, berbalik ke samping. Ia melihat Ciara duduk meringkuk di atas sofa besar berwarna putih di sana. Ia pun berjalan mendekati Ciara.

"Sayang!" panggil Galen dan duduk di sebelah Ciara.

Ciara terkejut, lalu menengadah menatap Galen. Ia tidak sempat menghapus air matanya yang masih mengalir. Ia pun bergerak memeluk Galen, membenamkan wajahnya pada dada sang kekasih. Ia tidak menyahut, pun tidak mengatakan apa-apa.

Galen tersenyum kecil dan mengusap-usap lembut rambut Ciara.

"Kenapa menangis, hm?" tanya Galen lembut.

Living Apart (Sekuel Living With Cool Boy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang