Eyy yooo...
Ada yang kangen enggak, nih? Wkwk #EnggakAda
Yaudah kuy langsung baca aja! 🧡Selamat membaca! 🧡
_____________________
Ciara tak berhenti tertawa sembari merapikan helaian rambutnya yang beterbangan. Ia bahkan merentangkan kedua tangannya dan menikmati angin malam yang menerpa wajahnya. Setelah berdebat alot dengan Galen, akhirnya laki-laki itu mau membuka atap mobilnya. Sebelumnya Galen bersikukuh tidak mau karena takut Ciara kembali sakit. Ciara baru saja sembuh, angin malam akan berakibat buruk bagi kesehatannya.
"Aaaaaaaaaa ...," teriak Ciara dengan gembira. Sudah berkali-kali ia meneriakkan kata-kata yang ada di pikirannya. Ia melepaskan semua penat di dadanya. Perasaan lega menghampirinya hanya karena berteriak bebas. Ia seperti melampiaskan semua kekesalan dalam hatinya tanpa harus berkata langsung.
"Kakak juga harus berteriak buat melepaskan beban yang Kakak tanggung!" ucap Ciara keras.
Galen menggeleng pelan. "Bukan seperti ini caraku melampiaskan sesuatu," balasnya tenang.
Ciara mendengus. Ia kembali merentangkan kedua tangannya dan memejamkan kedua matanya. Ia dapat meresapi suasana malam yang tidak terlalu gelap. Ia dapat merasakan desiran halus membelai-belai wajahnya. Bahkan ia dapat merasakan gelombang sejuk yang mengibarkan rambut panjangnya. Suasana berubah tenang saat ia tidak lagi berteriak dan bersuara. Pada saat itu juga, Ciara tersenyum samar. Pada akhirnya, Galen jugalah yang bisa menghempas semua rasa sakitnya. Tak peduli bahwa rasa sakit itu datangnya juga dari dia.
"Sayang?" panggil Galen begitu mengetahui Ciara diam.
"Hm?" Ciara menurunkan kedua tangannya dan menoleh ke arah Galen.
"Kamu baik-baik aja, 'kan? Aku udah bilang buat enggak lama-lama kena angin malam," ucap Galen.
Ciara berdecak. "Aku enggak apa-apa, Kak. Aku justru sedang meresapi suasana sekarang. Kakak ngapain khawatir mulu, sih?" sahutnya.
"Aku enggak mau kamu sakit, Ciara. Udah, aku tutup kembali atap mobilnya," balas Galen dan kembali menutup atap mobilnya.
"Kakak, nanti aja ...." Ciara memasang wajah cemberut.
"Enggak ada. Udah, kamu udah cukup teriak-teriaknya juga," sahut Galen tegas.
"Enggak asyik," ucap Ciara kesal. Ia memalingkan wajahnya dari Galen dan menatap keluar jendela.
Galen menghela napas. Ia ulurkan satu tangannya ke arah Ciara untuk meraih tangan gadis itu. Ia genggam telapak tangannya, kemudian mengecupnya singkat.
"Jangan ngambek lagi, Sayang! Aku lakuin itu demi kebaikan kamu juga," ucap Galen yang kali ini lebih lembut.
Beberapa menit berlalu, Ciara tidak berkata apa-apa, pun tidak menanggapi ucapan Galen. Galen menghela napas lagi, kemudian berusaha mencari topik obrolan untuk mencairkan suasana.
"Sayang mau apa lagi setelah ini?" tanya Galen berusaha membujuk Ciara.
Nihil. Masih belum ada jawaban dari Ciara untuk beberapa saat. Galen masih menunggu, tetapi Ciara seolah beku. Ciara bahkan tidak menoleh ke arahnya sama sekali. Namun, kali ini Galen tidak panik seperti biasanya. Ia pun menghela napas lagi, kemudian melepaskan genggaman tangannya pada tangan Ciara.
Galen kembali memegang roda kemudi dengan kedua tangannya. Ia fokus ke depan, menjalankan mobilnya dengan santai. Ia tidak lagi berusaha mengajak Ciara bicara. Suasana hening yang tercipta kian menguat.
Ciara menarik tangannya dari paha Galen. Ia melirik sedikit ke arah Galen, masih gengsi untuk menoleh. Ia pangku kedua tangannya dan kembali fokus ke arah jendela. Hingga beberapa menit kemudian, ia tidak betah dengan suasana dingin itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Living Apart (Sekuel Living With Cool Boy)
RomantizmGalen sudah membulatkan tekad untuk menjauhkan Ciara dari kehidupannya untuk sementara waktu. Ciara menyetujui keputusan Galen dan mereka berpisah, bahkan mereka memilih break dari hubungan asmaranya. Galen kembali pada urusan gangsternya, dan Ciara...