Selamat membaca! 🧡
______________
Ciara mengikat tali handuk kimono yang dikenakannya dan meninggalkan Galen yang masih berada di kamar mandi. Ia kembali masuk ke ruang ganti dan memunguti pakaian mereka yang tergeletak berantakan di atas lantai. Ia mencari tempat baju kotor, kemudian memasukkannya ke dalam sana. Setelah itu beralih mencari piama yang akan dikenakannya.
Ciara kemudian mengganti handuk kimono berwarna merah muda dengan piama hitam yang tadi telah dipilihnya. Ia menghentikan gerakannya mengancing bajunya saat melihat banyak tanda kemerahan di dada putihnya. Ia menghela napas panjang, kemudian melanjutkan kegiatannya. Setiap melihat tanda cinta yang diberikan oleh Galen itu, ia jadi teringat setiap saat Galen mencumbunya mesra. Seperti tadi, saat mereka melakukan 'itu' di ruang ganti dan berlanjut di kamar mandi.
Ciara ingat setiap kali Galen memintanya tanpa permisi. Ciara ingat setiap Galen frustrasi saat keinginannya tidak terpenuhi. Ia sudah cukup lama mengenal Galen, dan akhirnya mulai paham dengan hal itu. Maka, ia tidak heran kenapa suasana hati Galen sekarang ini sangat baik.
Ciara geleng-geleng kepala membayangkan ekspresi gembira Galen saat di kamar mandi tadi. Bahkan saat ia pergi meninggalkannya terlebih dahulu, Galen sangat rela. Sedetik kemudian, raut wajahnya berubah muram. Ia terpikirkan tentang Galen yang pasti akan pergi lagi ke Indonesia. Mereka berdua akan kembali menjalin hubungan jarak jauh lagi. Tidak dapat dipungkiri, Ciara khawatir terhadap Galen.
Ciara melirik ke arah samping, kemudian bergerak menuju sebuah sofa dan duduk di sana. Ia menghadap cermin besar yang memantulkan bayangannya sendiri. Namun, tatapannya tidak fokus dengan pantulan cermin itu. Ia masih memikirkan Galen.
Ia teringat pula dengan perkataan Gavin di telepon tadi. Saat jauh darinya, Galen sering mabuk-mabukan. Pergaulan Galen sangat luas dan bebas. Jujur saja, ia sering merasa khawatir jika Galen akan mengkhianatinya. Tidak, mungkin tidak sengaja, tetapi bisa saja Galen melakukannya saat tidak sadar.
Rasa khawatirnya bukan tanpa dasar. Ciara pernah berhadapan dengan Galen yang mabuk. Beberapa kali Galen mabuk dan melakukan hal aneh, atau mengatakan hal privasi yang akan dilupakannya saat sadar keesokan harinya. Bagaimana jika Galen juga melakukan hal itu terhadap orang lain?
Ciara menyelipkan helaian rambutnya yang menutupi bagian wajahnya ke belakang telinga. Tiba-tiba pikirannya penuh dan terasa rumit. Tidak bohong, ia ingin sekali berbalikan dengan Galen. Ia ingin melangkah lebih jauh untuk hubungannya. Namun, Ciara juga tidak ingin membuat semuanya terasa mudah untuk Galen. Selama ini, Galen merasa aman karena selalu dimaafkan sebesar apa pun kesalahan yang dilakukan.
"Seharusnya setelah aku memutuskan buat break, keadaan akan semakin baik. Tapi anehnya aku masih aja merasa takut. Kenapa aku enggak bisa tenang?" ucap Ciara lirih pada pantulan dirinya di cermin.
Ciara meremas ujung baju piamanya dan kembali melamun. Terkadang ia memang berpikir berlebihan seperti sekarang ini. Bahkan, air matanya keluar tanpa permisi, tanpa disadari. Hingga ia merasakan rangkulan lengan kokoh dari belakang.
"Kenapa kamu lama banget?" tanya Galen di sisi telinga Ciara.
Ciara refleks mengusap air matanya dan menggeleng. Ia menoleh ke arah Galen dan tersenyum kecil.
"Enggak apa-apa, Kak," ucapnya pelan.
"Tunggu, kamu nangis?" tanya Galen kaget.
Ciara menggeleng cepat. "Eh? E-enggak, kok. Ciara mungkin kelilipan aja," jawabnya gugup.
Galen tentu saja tidak percaya. Ia melepaskan rangkulannya dan bergerak maju. Ia berlutut di hadapan Ciara dan memegang kedua tangan Ciara yang ada di atas paha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Living Apart (Sekuel Living With Cool Boy)
RomanceGalen sudah membulatkan tekad untuk menjauhkan Ciara dari kehidupannya untuk sementara waktu. Ciara menyetujui keputusan Galen dan mereka berpisah, bahkan mereka memilih break dari hubungan asmaranya. Galen kembali pada urusan gangsternya, dan Ciara...