19. Pagi yang Buruk (3)

817 50 2
                                    


Note: bisa baca lebih banyak chapter premium yang aku update terlebih dahulu di karyakarsa, ya. 🧡

Selamat membaca! 🧡

_______________




Galen duduk di kursi yang biasa digunakan oleh Ciara belajar. Sementara Ciara pergi ke kamar mandi untuk mengambil air hangat. Ia sengaja membiarkan Ciara melakukan apa yang ingin dilakukannya. Ciara menyuruhnya duduk dan menunggunya, jadi ia menurut saja.

Agaknya Galen sedikit ngeri karena mengetahui Ciara belum mahir mencukur kumis atau jenggot laki-laki. Ciara hanya sekali membantu July mencukur jenggot ayahnya. Selebihnya Ciara hanya mengamati. Ia berharap Ciara benar-benar tidak akan melukai wajahnya dengan alat cukur.

Galen mengetuk-ngetukkan jemari tangannya di atas meja. Ia berjalan ke kamar mandi menyusul Ciara. Sebelumnya, ia akan mencuci muka, membasahi area mulutnya agar tidak iritasi saat Ciara mencukur kumisnya nanti. Ia menyalakan kran wastafel. Sementara Ciara keluar dengan membawa gelas dan alat cukur.

"Kakak kenapa di sini?" tanya Ciara tidak suka.

"Aku mencuci muka dulu, Sayang," balas Galen.

Ciara mengerucutkan bibirnya. "Ya udah, ayo keluar!" ajaknya dan berjalan mendahului Galen.

Galen mengikuti di belakang. Ia kemudian kembali duduk di kursi tadi. Setelah itu Ciara naik ke atas meja, duduk di hadapannya.

"Sini, lebih dekat!" pinta Ciara.

Galen menarik kursinya mendekat ke arah Ciara. Ia menempatkan dirinya di antara kaki Ciara yang menapak di kedua sisi kursi yang ia gunakan.

"Menengadah!" ucap Ciara lagi.

Galen menengadah. Kedua tangannya bergerak melingkari pinggang Ciara.

"Wajahnya agak dekatin, Kak!" ucap Ciara kembali memerintah.

Galen menghela napas dan memajukan wajahnya. Ia pasrah pada Ciara yang sangat antusias untuk mencukur kumisnya, atau bahkan menggaruk kulitnya nanti.

"Rileks, Kak!" ucap Ciara gemas. Ia memegang dagu Galen dan mengusapkan gel ke kumis dan janggut Galen yang mulai tumbuh.

"Hati-hati ya, Sayang," ucap Galen khawatir. Wajahnya tegang, ia benar-benar tidak bisa percaya dengan pekerjaan Ciara kali ini.

"Iya, Kakak diem, ih! Tenang aja, Ciara bisa, kok." Ciara meratakan olesan gelnya.

Galen mau tidak mau diam dan membiarkan Ciara bekerja. Ia kemudian memejamkan kedua matanya. Wajah Ciara yang tengah menunduk ke arahnya terlihat tidak meyakinkan. Setidaknya, ia tidak ingin melihat wajah Ciara yang bengis itu saat mencukur kumisnya.

"Bawa pistol, bunuh orang, dikejar-kejar aja enggak takut. Ini kenapa tegang amat cuma mau dicukur kumisnya," cibir Ciara.

"Kamu baru pertama kali, Sayang. Aku cemas," aku Galen. Ia memainkan tangannya pada punggung Ciara.

"Coba dulu, nanti kalau berhasil, kalau Kakak ke sini, biar aku yang cukur." Ciara menangkup kedua sisi wajah Galen.

Galen membuka kedua matanya dan menatap Ciara. "Aku lebih memilih mencukur sendiri sebelum ke sini," balasnya.

"Enggak boleh." Ciara menggeleng cepat.

"Kenapa?" Galen mengerutkan keningnya.

"Nanti kalau Kakak kelihatan tampan, banyak cewek yang suka. Biarin aja Kakak kumisnya lebat, biar kayak bapak-bapak. Nanti aku yang cukur kalau Kakak ke sini. Kalau mulai tumbuh, Kakak ke sini," jawab Ciara.

Living Apart (Sekuel Living With Cool Boy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang