Happy new year, all!!!! 🎉Btw, di sini kalian akan tahu kenapa Gavin tiba-tiba bijak pas Ciara nelfon waktu lagi berantem sama Galen, yaaa...
Selamat membaca! 🧡
_________________
Gavin memasang wajah masam saat melihat arloji yang tersemat di pergelangan tangannya. Ia merasa kesal karena Gerald tak kunjung datang juga. Ia sudah tiba di kafe yang dijanjikan sekitar tiga puluh menit lalu. Satu mangkuk ramen sudah habis tak tersisa, serta jus lemon yang tinggal setengah gelas.
Sebenarnya ia ingin menelepon Gerald, tetapi tidak ingin mengganggu sang kakak yang mungkin sedang berkendara. Ia harap Gerald memang sedang berkendara untuk menemuinya. Gavin berdecak, ia menyandarkan punggungnya sembari mengusap perutnya yang kenyang.
"Ck! Seharusnya gue pesan yang porsi sedang saja tadi," gumamnya pada diri sendiri.
Gavin tidak tahu ada urusan apa Gerald mengajaknya bertemu. Biasanya Gerald akan datang ke apartemennya jika memang ada sesuatu yang penting. Datangnya pun tiba-tiba, tanpa harus janjian seperti sekarang. Terlebih, sekarang Gerald mengajaknya bertemu di kafe, bukan gayanya seperti itu.
Gavin kembali berdecak. Ia merasa jengah dan ingin pergi saja. Ia tidak tahan menunggu lama. Jadi, ia memutuskan untuk pulang.
"Seharusnya Kak Gerald yang bayarin," ucapnya lagi.
Baru saja Gavin berdiri, tiba-tiba Gerald tiba. Gerald berjalan gontai ke arah Gavin. Sebuah senyuman terbesit di bibir tipisnya yang tampak menawan. Senyum yang sebenarnya langka, hanya orang-orang tertentu saja yang bisa melihatnya, termasuk Gavin. Sifat Gerald yang mirip dengan Galen, membuat remaja itu lebih banyak diam dan cenderung dingin.
"Gue udah mau pulang," ucap Gavin ketus begitu Gerald tiba di mejanya.
"Loh? Kenapa udah mau pulang aja? Gue kira lo juga baru dateng," balas Gerald.
"Baru dateng pala lo. Lihat! Gue udah habis ramen jumbo satu mangkuk. Lo yang ngajakin ketemuan, tapi datengnya telat," omel Gavin.
Gerald tersenyum tipis. "Udah jangan ngambek, duduk dulu!" ucap Gerald tenang.
Gavin tetap berdiri dan menatap jengkel pada Gerald yang sudah duduk manis di kursi seberang.
"Duduk!" ucap Gerald mengulangi perkataannya.
Gavin menghela napas panjang. Ia pun memutuskan untuk tinggal dan kembali duduk menghadap sang kakak.
"Ada apa? Cepat katakan! Gue mau pulang," ucap Gavin.
Gerald menghela napas panjang. Ia memperhatikan sang adik yang merajuk. Sebenarnya ia hanya telat lima menit. Namun, melihat bekas makanan yang ada di atas meja, sepertinya Gavin datang lebih awal. Gerald tidak ingin mendebat Gavin. Sebab, adiknya itu sering salah waktu jika diajak bertemu. Oleh karena itu, ia lebih sering mengunjungi Gavin di apartemennya dibandingkan mengajak bertemu di suatu tempat.
"Gue mau pesen minum dulu," balas Gerald saat seorang pelayan datang menghampirinya. Ia hanya memesan Amerikano.
"Udah dateng telat, pakai acara mau pesen segala," komentar Gavin.
"Gue jadi kayak ngadepin cewek ngambek tahu, enggak?" Gerald terkekeh pelan. "Lagi pula, sebenernya gue cuma terlambat lima menit karena lumayan macet. Kita janjian jam lima sore, lo kecepeten datangnya," imbuhnya.
"Alasan, jelas-jelas jam setengah lima," sahut Gavin.
"Cek pesan gue!" ucap Gerald.
Gavin memeriksa ponselnya dan melihat pesan dari Gerald. Benar, waktu janjiannya adalah pukul lima sore. Ia menutup kotak pesan dan meletakkan ponselnya ke atas meja. Namun, ia tetap tidak ingin minta maaf pada sang kakak.
"Tetep aja telat lima menit," ucapnya bersungut-sungut
Gerald terkekeh lagi. "Itulah salah satu kesamaan lo sama Ciara," ungkapnya.
Gavin mengernyit. "Sebaiknya lo sebut dia Kakak, dia lebih tua dari lo!" ucapnya ketus.
"Ah, benar. Lo sama Kak Ciara emang mirip, makanya bisa seakrab itu," ujar Gerald.
"Ada apa? Kenapa malah ngomongin Kak Ciara?" tanya Gavin bingung.
"Karena gue ke sini emang mau bahas dia," sahut Gerald tenang.
"Maksudnya?" Gavin mengernyit bingung. Sedetik kemudian, ia sadar maksud dari Gerald. "Ah, kalau lo mau bahas Kak Galen, gue males," ucapnya.
"Tunggu dulu, coba lo kontrol emosi dulu! Kebiasaan banget lo impulsif gitu," balas Gerald.
Gavin diam meski memasang wajah masam. Ia tidak ingin dikatai impulsif dan kekanakan. Jadi, ia putuskan untuk mendengarkan perkataan sang kakak.
"Apa masalahnya?" tanya Gavin tidak sabar.
Gerald belum menjawab ucapan Gavin karena pelayan sudah datang. Ia mengucapkan terima kasih pada pelayan tersebut setelah meletakkan pesanannya ke atas meja. Baru setelah pelayan itu pergi, Gerald kembali fokus pada Gavin. Ia ingin bicara baik-baik dan memberi pengertian pada adiknya tersebut. Ia hanya tidak mau sikap Gavin akan merugikan sang kakak kelak. Mau bagaimanapun, Gavin tidak berhak mengurusi hubungan Galen dengan Ciara.
"Cewek itu temen kuliah Kak Galen, Namanya Jana. Gue sedikit tahu kalau cewek itu emang suka sama Kak Galen, berdasarkan info yang gue dapet. Mereka pergi ke hotel setelah dari acara pesta," ucap Gerald. Ia menjeda perkataannya dan mengamati reaksi Gavin.
"Nah, kan! Jelas itu mereka pasti ngelakuin sesuatu," seloroh Gavin.
"Belum tentu." Gerald menggeleng. "Bisa saja Kak Galen hanya mengantarnya saat mabuk, ya sedikit bersikap baik mungkin. Kemungkinan kedua, Kak Galen punya tujuan tersendiri karena mau pergi dengan cewek itu. Kalau sudut pandang gue, gue condong ke kemungkinan kedua. Gue paham sifat Kak Galen, jadi dia enggak mungkin ngelakuin hal keji kayak gitu di belakang Kak Ciara," jelas Gerald.
"Itu cuma dari sudut pandang lo," sahut Gavin.
"Lalu sudut pandang lo gimana? Masih keukeuh kalau Kak Galen selingkuh? Hanya sebuah bukti lo ngelihat Kak Galen pergi ke hotel sama seorang cewek? Siapa pun bisa ngelakuin itu tanpa unsur perselingkuhan, Gav," sanggah Gerald.
Gavin berdecak. Ia merasa perkataan Gerald ada benarnya. Ia terlalu gegabah dan emosi sehingga tidak memikirkan kemungkinan lain. Ia terlalu peduli pada Ciara, kemudian keadaan Ciara yang membuatnya prihatin. Ia menyadari bahwa pekerjaan kakak pertamanya memang selalu berbahaya dan tidak selalu bersih. Hati nuraninya tercurah untuk Ciara, sehingga memandang Galen dari sisi negatif saja.
"Gue cuma enggak terima karena Kak Galen mengabaikan Kak Ciara. Terlebih pas Kak Ciara sakit, Kak Galen enggak tahu," ucap Gavin pelan.
"Dia enggak bermaksud gitu. Mereka saling berjauhan, Gav. Beda negara, bahkan beda waktunya. Lo tahu Kak Galen bahkan langsung pergi pas tahu Kak Ciara sakit? Dia bahkan meninggalkan tugasnya dan bikin Kak El agak jengkel. Hanya saja, Kak El paham rasanya dan dia mendukung Kak Galen," balas Gerald menjelaskan.
Gavin mengangguk pelan.
"Oke. Lo tahu apa yang harus lo lakuin, 'kan?" tanya Gerald.
"Iya, Kak. Gue enggak akan memperkeruh suasana. Gue enggak akan ikut campur hubungan mereka," balas Gavin.
"Lalu?" tanya Gerald lagi.
Gavin menghela napas. "Iya, iya, Gavin bakal minta maaf ke Kak Galen," ucapnya.
"Bagus, tapi jangan minta aneh-aneh!" pesan Gerald.
Namun, Gavin hanya nyengir saja. Dalam kamusnya, ia tetap akan meminta sesuatu saat meminta maaf, bukan sebaliknya.
_________________
To be continued...
Thank you udah baca. Jangan lupa vote dan komen!
Sampai jumpa lagi... 🧡MeloPearl
KAMU SEDANG MEMBACA
Living Apart (Sekuel Living With Cool Boy)
RomanceGalen sudah membulatkan tekad untuk menjauhkan Ciara dari kehidupannya untuk sementara waktu. Ciara menyetujui keputusan Galen dan mereka berpisah, bahkan mereka memilih break dari hubungan asmaranya. Galen kembali pada urusan gangsternya, dan Ciara...