Selamat malam Minggu, selamat membaca! 🧡______________
Galen keluar dari mobil yang ditumpanginya bersama El dan Dehan. Setelah sekian lama, akhirnya mereka kembali menjalankan misi bertiga. Seperti bernostalgia, Galen yang menyetir, El berada di sebelahnya, kemudian Dehan yang cerewet di kursi belakang. Agaknya keberadaan Dehan dapat mencairkan suasana dan meluluhkan ketegangan.
El yang masih curiga ada orang dibalik kejahatan yang dilakukan oleh kelompok Jeffrey pun mengajaknya untuk tetap melakukan penyelidikan. Sejauh ini, masih belum ada titik terang. Meskipun begitu, mereka tidak menyerah. Mereka tetap harus mencari info. Sementara Jeffrey, Chloe, dan juga Celine si pelaku kejahatan yang merampas banyak hal dari geng masih ditahan. El dan para anggota sepakat untuk menahan mereka terlebih dahulu.
"Lo langsung pulang?" tanya Galen pada El.
"Tentu saja," sahut El cepat.
"Oke. Gue juga mau rehat," balas Galen.
"Kalau ada info, langsung kabari gue!" pinta El.
"Pasti." Galen mengangguk dan langsung masuk ke markas utama.
"Gal, tunggu gue!" teriak Dehan dan lari mengejar Galen.
Galen tidak menggubris dan lanjut berjalan. Ia memasuki lorong lantai satu yang berisi kamar beberapa anggota, yang sekarang ada yang kosong. Ia berhenti di depan pintu kamar yang dulu biasa digunakan oleh Flavia. Dadanya sedikit bergemuruh, ada rasa ingin membuka kamar itu.
Galen menghela napas panjang. Ia menyandarkan punggungnya pada pintu kamar Flavia. Pandangannya lurus ke depan, di mana di depannya ada hanya ada tembok putih. Tembok itu pembatas antara lorong dan ruang depan.
Satu tangan Galen terulur ke saku celananya, merogoh benda pipih dari sana. Galen sejak tadi tidak membuka ponselnya. Ia segera memeriksa kontak pesan dari Ciara. Jujur saja, ia sudah sangat rindu dengan gadis itu. Hampir seharian ia tidak mengabari Ciara lagi. Sementara sekarang di tempat Ciara sudah petang.
Galen melihat foto yang dikirim oleh Ciara. Ia tersenyum kecil, Ciara sering membagikan foto aktivitasnya. Namun, ia merasa khawatir karena Ciara harus pergi seorang diri keluar. Meskipun mungkin hanya tempat yang dekat, tetapi ia tetap khawatir.
"Seharusnya dia udah pulang sekarang," gumamnya.
Setelah itu Galen menekan tombol panggilan pada Ciara. Galen menunggu dengan setia panggilannya berdering. Namun, rupanya ponsel Ciara tidak bisa dihubungi. Ia mencoba beberapa kali, tetapi hasilnya sama. Ia pun berusaha menghubungi July. Ia memasang ekspresi lega saat mendengar jawaban July dari seberang.
"Jul, kenapa Ciara enggak bisa dihubungi?" tanya Galen langsung.
"Benarkah? Aku tidak tahu karena aku sekarang di rumah. Dia tadi keluar, sekarang belum pulang. Tadi dia meninggalkan pesan bahwa akan pulang agak telat. Dia masih mau minum cokelat panas. Mungkin ponselnya mati atau apa," sahut July dari seberang.
"Begitu, ya? Tapi dia enggak kenapa-kenapa, 'kan?" tanya Galen masih khawatir.
"Dia tidak apa-apa, Gal. Dia mungkin ingin menghabiskan waktu di luar. Katanya kamu masih sibuk tadi, jadi dia memilih jalan-jalan sembari nunggu kamu. Stok camilannya juga habis, jadi aku membiarkannya pergi. Kamu tenang saja, dia tidak akan kenapa-kenapa. Seharusnya dia pulang sebelum pukul tujuh malam," ucap July.
"Baiklah kalau begitu. Nanti minta dia segera hubungi aku, ya, kalau dia udah pulang," pesan Galen.
"Pasti, Gal. Nanti aku akan sampaikan ke dia. Aku juga akan kabari kamu kalau dia sudah pulang," jawab July.
KAMU SEDANG MEMBACA
Living Apart (Sekuel Living With Cool Boy)
RomansaGalen sudah membulatkan tekad untuk menjauhkan Ciara dari kehidupannya untuk sementara waktu. Ciara menyetujui keputusan Galen dan mereka berpisah, bahkan mereka memilih break dari hubungan asmaranya. Galen kembali pada urusan gangsternya, dan Ciara...