7. Wawancara

409 24 7
                                    

Selamat malam..
---
Tinggalin jejak yaa cantik, ganteng..
---
Selamat membaca..

❄️❄️❄️


Kegiatan belajar mengajar di hari Jum'at memang lebih singkat dari hari-hari biasa. Pukul 11.30 gerbang sekolah sudah terbuka lebar. Beberapa murid berhamburan untuk pulang bagi kaum hawa, atau memilih nongkrong di area kantin.

Raga berjalan dengan tas ringan yang tersampir di sebelah pundaknya. Menghampiri Naya yang sudah menunggu di parkiran.

"Gue kira lo bakal ingkar janji," kata Naya saat Raga telah sampai.

"Ayok." Raga melangkah lebih dulu. Bukan ke luar gerbang, melainkan ke arah kantin. Mau tidak mau Naya mengikutinya.

"Kok ke kantin?"

"Lo mau nunggu di parkiran sendirian?"

"Nunggu lagi?"

Raga melambaikan tangan pada Bagas, di sana juga ada Sabilla dan Athan. "Tunggu di kantin dulu, serah lo mau ngapain."

Naya menghentikan langkahnya membuat langkah Raga ikut terhenti. "Jangan bilang lo mau kabur gitu aja?"

"Iya," balas Raga sambil jalan kembali.

"Dih kemana?"

"Mesjid."

"Ngapain?"

Raga diam sejenak. "Lo pikir gue ke mesjid mau ngapain? Nyolong kotak amal?"

Bodoh.

Pertanyaan tak berbobot Naya membuat dirinya merasa bodoh.

"Lo tunggu di sini bentar, gue solat Jum'at dulu." Setelah mengatakan itu Raga pergi diikuti dua sahabatnya. Sementara Sabilla sontak menertawakan Naya.

"Na, kenapa lo jadi keliatan bego gitu sih depan Raga?"

Naya duduk dengan muka cemberut. "Dia tuh nyebelin tau, Bi. Gue selalu merasa di bodohi tau nggak kalo ngomong sama dia."

Tawa Sabilla seketika berubah jadi tatapan sinis. "O-ow, kayaknya ada yang mau adu bacot nih."

Naya melirik ke arah mata sahabatnya memandang. "Ah, mood makan gue mendadak anjlok ke angka minus."

"Naya, Naya.. gue ikut prihatin ya sama hidup lo. Karena pada akhirnya, apapun yang lo miliki akan jadi milik gue, Nay. Termasuk Edgar."

Anna berkata dengan angkuh, seolah Naya begitu kehilangan apa yang sudah dirinya dapatkan. Annabelle Lowsen, adalah anak hasil perselingkuhan Papa dengan sekertarisnya. Dan kenyataan pahit itu terbongkar dengan penuh drama enam tahun yang lalu. Memuakkan bukan?

"Oh, satu lagi. Gue peringatin jangan berharap Edgar mau kembali sama cewek naif kayak lo," sambungnya.

Sabilla sudah merapalkan sumpah serapah dalam hatinya. Ingin mencaci maki Anna, tapi ditahan oleh Naya.

"Annabelle Lowsen, gue harap lo pasang kuping baik-baik. Gue, sama sekali nggak tertarik mungut sampah. Karena sampah udah seharusnya masuk tong sampah." Naya tersenyum menyebalkan di akhir kalimatnya.

"Hidup lo menyedihkan ya, karena nggak bisa sebahagia gue." Naya tertawa. "Sekarang gue baru paham pepatah buah jatuh nggak jauh dari pohonnya. Karena lo, dan nyokap lo, sama jalangnya!"

"Berani lo sama—" Tangan Anna mengambang di udara ketika hendak menampar tapi Naya lebih dulu di menahannya.

"Sejak kapan gue takut sama lo, hah?! Lo ambil bokap gue dan seluruh hartanya pun gue nggak peduli bitch. Karena gue nggak butuh marga Lowsen untuk bahagia!"

Ragashka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang