Hai-hai-haii..
--
Selamat malam..
--
Gimana hari kalian?
--
Klik bintangnya ya..
--
Selamat membaca!
--
--
___________________________________Kita sedekat jantung dan hati, bodohnya aku baru menyadari. Entah kamu yang telah melupa, atau aku yang terlalu membatasi diri.
❄️❄️❄️
Raga memainkan pematik milik Bagas. Sesekali melirik luka di tangannya yang sudah diperban rapih. Kemudian tersenyum tipis, sangat tipis. Sebelum ada yang menyadari dia beralih pada Athan yang sedang menikmati semangkuk mie ayam. Kantin memang masih sepi karena jam istirahat belum berbunyi.
"Than, lo bener gebukin anak Wismaraja?" tanya Raga.
Lelaki yang sedang makan itu menghentikan aktivitasnya kemudian mengangguk.
"Kenapa?"
Selera makannya seketika hilang. "Ada anak Wismaraja yang hampir lecehin adek gue, dan gue nggak terima. Sorry, gara-gara gue mereka jadi nyerang anak Gema kemarin."
Raga mengepal pematik dengan kuat. "Siapa?"
"Edgar."
Uhukh..
Dua kali Bagas tersedak minumannya karena perkataan Athan. "Edgar?" ulangnya. "Pacarnya Nayanika? Eh, ralat. Maksud gue mantan."
Athan mengiyakan dengan gerakan kepala. Sementara Raga membulatkan mata tanpa suara.
"Gila! Lo kenapa nggak ngasih tau kita? Kalo itu alesannya kenapa anak Wismaraja malah nyerang balik coba. Jelas Edgar yang salah kok."
"Gue rasa Bima nggak tau masalah sebenarnya apa. Karena Bima yang gue kenal nggak bakal nyatain war cuma masalah cewek. Itu jatuhin harga dirinya karena bertentangan sama prinsip dia. Apa lagi kalo pihak dia yang salah." argumen Raga.
Bagas membalas, "Jadi maksudnya si Edgar playing victim?"
"Binggo," sahut Athan. "Makanya kemarin mereka datengin kita ngajak war."
"Mau tuntasin sekali lagi nggak?" tawar Raga.
"Nggak perlu. Gue udah cukup puas hajar dia abis-abisan. Lagian kalo sekolah sampe tau urusannya berabe."
Raga paham karena jika pihak sekolah sampai tau aksi tawuran. Mereka akan menghubungi para orang tua. Dan itulah yang Athan serta Raga hindari.
Ketika mengalihkan pandangan, Raga melihat seorang gadis yang berjalan ke arahnya. Dia menyesap kopi hitam yang tak terlalu panas. Lebih tepatnya tiga orang gadis, hanya saja yang Raga lihat cuma satu.
Hanya Sabilla yang datang langsung duduk di dekat Bagas. "Beb, bantu rayu si Raga dong biar mau wawancara," bisik Sabilla di telinga Bagas.
"Orangnya kan di depan tinggal ngomong aja," balas Bagas kelewat polos. "Ga, si Naya tuh mau wawancara lo katanya."
"Widih udah kayak artis aja pake di wawancara segala," celetuk Athan.
Melihat gelagat Raga, Athan berhitung dalam hati.
Satu..
Dua..
Tiig—Lelaki bernetra cokelat itu terkekeh karena tebakannya benar. Raga beranjak dari duduknya bersiap pergi.
"Eeehh.. tunggu, tunggu, tunggu." Naya memegangi ujung baju raga yang sengaja di keluarkan. "Belum juga gue ngomong lo main pergi aja."
"Gue sibuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ragashka [END]
Roman pour AdolescentsCinta memang rumit. Seperti benang kusut yang sulit di uraikan. Memilih atau dipilih, menerima atau diterima. Semuanya bergantung pada, bagaimana Tuhan memainkan skenarionya. Raga tidak pernah menyangka akan menjatuhkan hati pada gadis berisik seper...