44. Tulus

207 15 13
                                    

Malam guys!
Merasa berdosa bgt diriku gk update beberapa minggu ini🥲
Bismillah bentar lg ending yaa

Kasih aku semangat dong!

Selamat membaca!

Karena mu aku mengerti tulus memiliki banyak arti. Menghidupkan hati yang dulu terasa mati, misalnya.

❄️❄️❄️

Sudut bibir Raga tertarik sedikit saat melihat Tania. Tarikan nafasnya teratur, menandakan mamanya tidur dengan tenang. Baginya tidak ada keindahan lain selain melihat Tania tidur dengan nyaman.

"Kondisi Bu Tania berangsur membaik, Mas. Dia juga jadi lebih sering bercerita kepada saya tentang Mas Raga di waktu kecil," kata suster yang saat itu sedang membereskan kamar mamanya setelah memberikan Tania obat.

"Iyakah?" Raga cukup terkejut saat suster Ani menceritakan kemajuan yang dialami mamanya. "Jika terus seperti ini Mama saya pasti sembuh, kan, Sus?"

Suster Ani mengangguk sambil tersenyum. "Kita pasti melakukan yang terbaik, Mas. Tidak ada penyakit yang tidak menemukan obatnya, bukannya begitu, kan?"

Raga ikut tersenyum sambil mengusap kepala mamanya. Atensinya menemukan sesuatu yang menambah rasa syukurnya. Setelah itu ia pamit dan berpesan pada dokter Ani.

"Titip mama ya, Sus. Nanti tolong kasih ini ke Mama." Raga menitipkan surat yang dia temui di kotak milik Rega untuk Mamanya. setelah itu Raga melangkah pergi. Namun, langkahnya terhenti saat menemukan foto dirinya dengan Naya tergeletak di nakas samping tempat tidur mamanya. Raga kembali menaruh foto tersebut di tempat semula kemudian pergi.

Langkah membawanya ke taman rumah sakit, tempat di mana Naya menunggunya. Raga sempat mengajak Naya untuk ikut menjenguk mamanya ke dalam, tapi gadis itu menolak dan memilih menunggu di taman. 

Dari jauh Naya memanggilnya dengan gerakan tangan. Senyum mentari kesukaannya tak pernah lepas dari pandangan. Raga berterimakasih pada Tuhan karena telah mempertemukannya kembali dengan Naya.

Dia yang mengubah kisah kelam menjadi kisah asmaraloka. Mengusir awan kelabu dan menggantikannya dengan pelangi.

Disaat semua orang menghakimiku, kamu berdiri di garda terdepan. Memberikanku kepercayaan penuh dan merangkul ku dengan tulus.

Terimakasih seperti apa yang layak aku berikan? Selain menjaga langit Nayanikaku tetap bersinar. Tanpa basah, tanpa resah.

Raga menerima uluran cokelat yang Naya berikan sambil duduk di sampingnya. Memberikannya kembali setelah bungkusnya terbuka. "Kenapa nggak mau ikut masuk?"

"Nggak mau ganggu aja." Naya tersenyum setelah mengigit ujung cokelat tersebut. "Gimana?"

"Kata dokter kondisi Mama mulai membaik."

"Yang aku tanya perasaan kamu."

Raga menyandarkan punggungnya di sandaran bangku. "Seneng ..., Seperti bayangan hitam yang tiap waktu ada di pundak aku perlahan memudar. Yaah, meski belum sepenuhnya hilang karena selalu ada kekhawatiran yang aku sendiri nggak tau sebabnya."

Naya mengerti, ia mengangguk-anggukkan kepalanya. Kehidupan Raga yang kelam membuatnya menjadi pribadi yang sulit mengekspresikan diri. Karena lingkungan yang ia tinggali terlalu menekannya. Di salahkan, tidak dimengerti, tidak diberi kesempatan berargumentasi. Bukan hal yang mudah untuk bertahan dilingkungan toxic seperti itu.

Ragashka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang