23. Petrichor dan Americanno

273 21 3
                                    

Vote dulu aja, bacanya terserah kapan 😁
--
--

Selamat membaca!!

--

"Bahkan, pahitnya americanno pun terasa candu bagi para melankolis."

❄️❄️ ❄️


Di ruang seni yang cukup luas, terdapat beberapa alat musik. Seperti drum, gitar, piano dan beberapa alat musik lainnya. Ada juga peralatan seni lain seperti alat melukis yang kini sedang di gunakan oleh Athan. Ya, Athan memang memiliki hobi melukis. Namun tidak banyak yang tahu jika lelaki itu memiliki bakat yang terpendam.

Sementara si pemeran utama tengah duduk santai dengan gitar di pangkuannya. Bunyi yang di hasilkan dari petikan gitar yang Raga mainkan seperti sebuah musik penghantar tidur. Suara yang mengiri musiknya pun masih santun di telinga.

"Raga? Athan?"

Suara dari ambang pintu menghentikan kegiatan Raga dan Athan. Seorang gadis dengan senyum khasnya berjalan mendekati.

"Athan lo jago lukis? Ih kereeen, ini bagus banget, Than," puji Naya ketika melihat hasil karya Athan yang masih 80%.

Athan menoleh ke belakang dan tersenyum. "Nggak jago, cuma hobi aja," balasnya merendah.

Naya memberikan anggukan mengiyakan. " Ya udah lanjutin, gih." Kemudian dia beralih menghampiri Raga yang sudah menatapnya sedari tadi. "Kok, udahan mainnya?" tanya Naya pada Raga.

"Udah makan?" balas Raga balik bertanya yang mendapat gelengan dari Naya. Lelaki itu menaruh gitar ke tempat semula. "Ayo."

"E-eeh.. ke mana?"

"Kantin," Raga seraya berjalan lebih dulu. "Otan gue tinggal, ya."

"Siaapp," sahut Athan tanpa menoleh.

Raga memelankan langkahnya ketika mendengar suara langkah Naya yang mengikuti dirinya.

Menyadari lelaki itu memperlambat langkahnya Naya melayangkan protes. "Kaki lo kepanjangan makanya gue ketinggalan mulu."

"Kaki gue yang kepanjangan apa kaki lo yang pendek?"  balasnya seraya mensejajarkan langkah dengan Naya.

"Gue nggak pendek ya!"

"Iya, deh iya.. mau makan apa?" tanya Raga.

Naya menghentikan langkahnya. "Bingung. Gue bosen jajanan di kantin. Pengen seblak sih, tapi seblak di kantin kurang enak di lidah gue," keluhnya.

Raga melihat arloji di tangannya. Waktu istirahat sisa dua puluh lima menit lagi. Kemudian dia mencekal lengan Naya untuk mengikutinya. "Ikut gue."

"Eh, ke mana? Lo nggak lagi niat ngajak gue loncat pagar kan?" tanya Naya khawatir, pasalnya Raga membawanya menuju samping sekolah.

Lelaki itu merogoh sakunya lalu tersenyum ketika menunjukkan kunci pintu gerbang samping. "Gue nggak setega itu kali, biarin seorang princess loncat tembok."

Naya membulatkan matanya, dari mana Raga mendapatkan kunci gerbang samping sekolah. Lelaki itu selalu saja membuatnya terkejut karena ulahnya yang tak terduga.

Naya tak mampu menahan rasa penasarannya. "Sejak kapan kunci gerbang boleh di pegang murid? Trus itu kunci dapet dari mana?"

"Sejak gue sekolah di sini. Di kasih Pak Tono, kunci cadangan sih," jelas Raga seraya membuka kunci gerbang.

Ragashka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang