51. Rahasia

241 13 7
                                    

Tidak akan ada yang berakhir baik dari sebuah kebohongan. Sekalipun itu untuk hal kebaikan.

❄️❄️❄️

Athan menghentikan motornya di sebuah bangunan yang menjulang tinggi. Tempat di mana doa-doa begitu dilangitkan, tempat tangis duka karena kehilangan, tempat senyum bahagia saat menyambut kelahiran.

Cowok berseragam putih abu yang dibalut jaket denim itu memasuki lift menuju kamar VVIP yang berada di lantai atas.

Sesampainya di depan pintu kamar yang dituju, Athan mengurungkan niatnya untuk masuk. Sebab di dalam sana sudah ada dua orang pria yang usianya cukup terpaut jauh sedang mendiskusikan sesuatu. Karena tidak ingin mengganggu Athan berniat pergi. Cowok itu kaget saat dirinya berbalik seseorang yang ia kenal berdiri di depannya.

"Anjing!" Athan mengusap dadanya yang berdetak dua kali lebih kencang. "L-lo.. ngapain di sini?"

"Seharusnya gue yang nanya lo ngapain di sini?" Zein mengintip dari pintu yang yang tengahnya terdapat kaca. "I-ITU BUKANNYA—"

Athan menarik paksa tubuh Zein menjauh dari ruangan tersebut. Tidak terima, Zein menghempaskan cekalan Athan di tangannya dengan kasar. Membayangkan gadis yang dicintainya akan terluka jika mengetahui keadaan sekarang membuatnya merasa semakin kesal.

"Lo sembunyiin hal sebesar ini? Lo brengsek, Athan!"

"Gue terpaksa karena dia yang minta!" Athan memejamkan matanya, menelan kenyataan pahit yang coba ia sembunyikan dari orang-orang terdekatnya. "Jadi gue mohon, hargai keputusan Raga dan rahasiain ini dari Naya sampai waktunya tiba."

"Lo gila! Lo tau bakal sehancur apa Naya kalo dia tau ini?" Zein menunjuk muka Athan penuh emosi kemudian menjambak rambutnya frustrasi.

"Justru karena itu Raga nggak mau dia hancur. so please rahasiain ini." Athan semakin merasa serba salah. Dengan sangat terpaksa ia berkata, "Lo bisa jadiin ini kesempatan. Gue tau perasaan lo sama Naya belum berubah kan? Buat dia berpaling ke lo."

"Gue nggak sebrengsek itu, bangsat! Kebahagiaan Naya itu yang paling penting!"

Zein memang mencintai Naya. Tapi jika begini caranya dia merasa sama brengseknya.

"Gue yakin lo bisa dipercaya, Zein. Buat Naya benci dan berpaling, biar rasa sakitnya nggak terlalu dalam."

Zein tidak lagi menjawab, ia pergi meninggalkan Athan yang masih berdiri di sana. Zein tidak pernah menyangka akan bertemu Athan di sini. Ketika Zein keluar dari ruangan Mamanya ia melihat Athan yang berjalan tergesa. Karena penasaran ia membututui cowok itu dan berakhir di situasi yang tidak pernah ia inginkan. Mengetahui rahasia yang tidak bisa ia bagi kepada Naya adalah hal tersulit bagi seorang Zein Praditya.

Ponselnya berdering. Erika kembali menelpon putra sulungnya. Zein mengangkat panggilan tersebut.

"Iya, Bun? Iya, nanti Aa yang jemput Ano. Iya ini udah jalan pulang. Iya, Bunda cantiikk....,"

❄️❄️❄️

Sinar mentari mulai menusuk mata gadis yang masih meringkuk di balik selimut. Udara segar masuk ketika Diana membuka jendela kamarnya.

"Bangun, Na. Udah siang nggak malu sama ayam?" Diana menepuk-nepuk pelan tubuh anaknya.

"Aaaah Mamaaa.. libur sekolah juga masih aja harus bangun pagi," sahutnya sambil menarik kembali selimut sampai menutupi seluruh tubuhnya.

Diana menyibakkan selimut tersebut. "Pagi dari mana anak mama tercintaaa? Nggak liat matahari udah naik ke atas kepala?"

Naya bangkit duduk sambil mengucek matanya, kemudian menguap. "Ih Mama, serem amat matahari bisa nangkring di atas kepala."

Ragashka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang