33. Setitik Keberanian

229 18 1
                                    

Holla!
Telat banget ya updatenya?
Monmaap guys🙏🙏

Happy Reading!!!

❄️❄️❄️

Tidak ada yang Naya lakukan selain berdiam diri di bangkunya. Bahkan saat jam istirahat tiba pun tidak dia gunakan untuk makan ke kantin. Sementara Sabilla yang tadi sempat ke luar bersamanya belum kembali juga. Entahlah mungkin temannya yang satu itu kini sedang bersama kekasihnya.

Karena tidak menemukan Naya di kantin, Zein pun ke kelas Naya untuk melihat gadis itu. Zein cukup dibuat bingung, lantaran Naya terlihat sangat murung. Gadis itu menjatuhkan kepalanya di atas meja dengan tangan sebagai bantalannya.

"Kenapa?" bisik Zein pada Mella.

Mella mengangkat bahu seraya menggelengkan kepalanya. "Dari tadi dia diem aja, gue tanya juga nggak nyahut."

Zein menarik satu bangku di sisi meja Naya, lalu duduk tepat di samping gadis itu. "Na.. nggak laper? Atau mau gue beliin sesuatu?"

Namun, hanya gelengan kepala yang Zein dapatkan.

"Lo kenapa? Ada masalah sama Raga?" Melihat Naya tidak merespon membuat Zein yakin bahwa orang yang membuat Naya seperti ini adalah Raga. "Biar gue yang kasih dia pelajaran!"

Saat Zein bangkit dari duduknya, Naya mencekal tangan Zein. "Jangan.." cicitnya dengan mata yang sudah basah.

"Lo sampe kapan mau biarin dia nyakitin lo terus kayak gini?"

"Zeiiinnn..." Tanpa aba-aba Naya menghamburkan pelukan pada lelaki yang dia anggap sebagai sahabat sehidup sematinya. Meski bagi satu pihak itu terdengar sangat getir, tapi begitulah kenyataannya.

"Raga jahat.. tapi gue nggak bisa benci dia, Zein.."

Zein balas memeluk Naya dengan hati tersayat. "Segitu besarnya cinta lo sama dia, Na? Sampe berani kasih hati lo sepenuhnya yang tanpa sadar lo udah ngasih dia kendali penuh untuk bisa nyakitin lo."

Sementara Mella, dia memilih untuk pergi. Melihat Zein yang begitu tulus kepada Naya membuatnya merasa muak. Tidak bisa Mella pungkiri, rasa iri pada sahabatnya sendiri kini mulai merajai. Namun ketika Mella tidak sengaja melihat sorot mata Zein, rasanya sakit.

Ternyata, cinta memang seperti sebuah telepati.. ketika orang yang kita cinta merasakan sakit, seolah kita ikut merasakan hal yang sama.

Dalam kasus Mella, sepertinya lebih dari sekedar sakit, tapi juga menyedihkan..

"La? Lo mau ke mana?" tanya Naya saat melihat Mella pegi.

"Cari angin," jawab Mella tanpa menoleh sedikitpun. Jelas Naya merasakan adanya perubahan Mella akhir-akhir ini.

❄️❄️❄️

Mella duduk di depan kopsis sambil menyedot susu kotak yang dia beli. Cewek dengan rambut sebahu itu tengah asik menatap layar ponsel. Sesekali jempol lentiknya naik turun menggulir layar.

"Woy! Sendirian aja lo? Tumben, yang lain mana?"

"Nggak tahu."

Devan kemudian ikut duduk di dekat Mella. Tidak terlalu dekat juga tidak terlalu jauh. "Kenapa?"

"Van, gimana rasanya jadi magamon?"

"Lo ngeledek gue?"

"Gue nanya!"

"Gak tahu." Mella menoleh ke samping, memperhatikan Devan yang masih memandang lurus ke lapangan. "Kalau kata Ari Lasso, Hampa."

"Pas dia ninggalin lo rasanya gimana Van?"

Ragashka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang