55. Ending

385 12 11
                                    

Jika rasa sakit kala mengingatmu adalah sebuah kekuatan untuk bertahan, maka aku akan menikmatinya sampai tuhan memberikan keajaiban.

—Nayanika Eldorish A.—


❄️❄️❄️

Naya masih menangis, meraung, menjerit tak terima. Ia memeluk lutut seraya menggenggam erat kalung dari Raga. Semua orang yang ada di sana kalut dalam kesedihan. Athan perlahan mendekati Naya. Ia memberikan kamera milik Raga pada Naya.

"Gue rasa lo yang paling berhak buat simpan benda kesayangan Raga."

Naya menerimanya dengan tangan bergetar. Momen saat bersama Raga terputar kembali saat melihat kamera yang biasa selalu lelaki itu bawa ke manapun. Terlalu indah untuk menjadi sebuah kenangan.

"Than.. Raga belum meninggal. Dia masih ada, nanti dia masih akan kirimin gue makanan. Raga masih bakal gunain kamera ini buat foto gue. Raga pasti pulang. Dia..., dia cuma lagi butuh istirahat aja."

"Na.." Athan berlutut sambil memegang kedua bahu Naya. "Raga udah nggak ada..."

"Nggak! Dia masih hidup, Than. Selama gue nggak liat kuburannya dia masih hidup!"

"Proses pemakamannya besok pagi, gue bisa minta Opa Adam buat lakuin video call kalo lo mau ikut nyaksiin dia di peristirahatan terakhirnya."

Gadis itu menggelengkan kepalanya kuat dan kembali menangis. Menolak takdir yang begitu pahit. Sweet seventeen-nya telah diselimuti duka.

"Raga beneran udah nggak ada ya, Than?" Naya bertanya dengan tatapan pilu dan itu berhasil menyayat hati Athan. "Padahal gue belum bilang kalo gue bersyukur banget bisa milikin dia. Gue belum sempet kasih kebahagiaan sebagaimana dia selalu bahagiain gue.. bahkan di pertemuan terakhir bukan senyuman yang gue kasih buat dia.."

"Na, gue liat sendiri waktu Raga masih koma dan gue denger sendiri kemungkinan dia hidup itu hal yang mustahil."

"Nggak! Raga nggak mungkin ninggalin gue. Raga janji bakal terus sama gue dalam waktu yang lama." Naya kemudian tertawa, mencoba menyangkal takdir pahit yang datang di hidupnya. "Lo semua di bohongin. Raga pasti cuma lagi liburan. Dia cuma butuh istirahat. Raga itu kuat, dia nggak akan mati semudah itu!"

"Na, udah.. sekeras apapun lo nangis nggak akan merubah keadaan. Buat Raga tenang dengan cara ikhlasin dia," kata Zein ikut mendekati Naya.

Naya menepis tangan Zein saat menyentuh pundaknya. Sikap Zein yang menyembunyikan kondisi Raga dan malah menyuruh Naya untuk berpaling telah membuatnya kecewa.

"Mending lo semua keluar."

"Tapi, Na—"

"Gue bilang keluar!" bentak Naya memotong ucapan Zein.

"Gue paham apa yang lo rasain, Na. Seakan kita nggak di anggap, nggak berhak tau kebenarannya. Tapi takdir tetap harus lo terima." Bagas melirik Athan penuh kecewa. "Kalo butuh apa-apa atau mau pulang gue ada di bawah."

Setelah mengatakan itu Bagas bangkit pergi. Di tengah pintu ia kembali berkata, "Lo berdua ngapain masih diem aja? Naya minta kita keluar, dia butuh waktu sendiri."

"Na, maafin gue.." ucap Zein sebelum pergi menyusul Athan dan Bagas.

Naya hanya menatap kosong ke arah tujuh kota hadiah yang telah lama Raga siapkan. Sampai ketiga cowok itu keluar barulah ia kembali menumpahkan air mata.


❄️❄️❄️

"Jangan kaget kalo jamnya mati. Ada yang pernah bilang jangan kasih jam tangan ke pasangan. Nanti bisa putus atau salah satunya pergi lebih dulu. Katanya, karena jam memiliki batas waktu yang sebentar. Ya meskipun lo bukan cewek gue, tapi kalo lo sampai buka semua kotak ini itu artinya lo udah jadi pacar gue. Maka dari itu baterainya sengaja gue buang, biar kalo suatu saat kita bersama nggak akan ada batas waktu."
Dari Raga—2020

Ragashka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang