39. Rindu Berbalas Luka

210 14 8
                                    

Selamat membaca!!

"Ada hal penting yang mau Ayah bicarakan. Kali ini, Ayah harap kamu bisa datang di acara makan malam keluarga kita. Ayah tunggu kedatangan kamu bersama Daffa."

"Ada apa?"

Raga menyadari kegelisahan gadisnya yang terus membaca sesuatu di ponselnya. Sejak dari basecamp sampai rumah Diana, gadis itu terlihat tampak ragu-ragu. "Kenapa?" tanyanya lagi.

"Ayah nyuruh aku datang ke acara makan malam keluarganya."

"Terus?"

"Aku bingung." Raga mengangkat sebelah alisnya. "Ayah bilang ada hal penting yang mau dibicarain. Jujur aku kangen Ayah. Tapi, aku males liat muka Anna sama Mamanya."

"Cuma segitu rasa kangen kamu sama Ayah?" Pertanyaan Raga mampu menciptakan kerutan di keningnya. "Kalah sama rasa malas dan benci kamu sama Anna dan Mamanya?"

"Ayah tetap Ayah, Na. Ada darahnya yang mengalir kuat di tubuh kamu. Jangan bunuh rasa rindu itu dengan kebencian kamu terhadap mereka. Aku yakin, Ayah kamu juga sama rindunya."

Naya menatap Raga yang bertutur lembut kepadanya. Yang diucapkan lelaki itu benar. Lima tahun lebih sudah cukup menabung rindu. Meski rasa kecewa itu masih ada, sudah saatnya Naya berdamai dengan realita.

"Makasih, Ga. Mungkin emang udah saatnya aku buka pintu maaf untuk Ayah."

Raga tersenyum sambil membelai rambut Naya. Kemudian dia ingat sesuatu. "Oh, iya, Na. Kamu jenguk Mama aku?"

"Ih, kok tau?!"

Melihat reaksi Naya, sepertinya gadis itu sengaja tidak ingin Raga mengetahui ulahnya. Raga kembali mengulas senyum. "Makasih ya, pacar.."

"Dih suster di sana comel ya? Dibilang jangan di kasih tau juga!"

Senyumnya berubah jadi kekehan. "Suster nggak ngomong apa-apa. Kamu sendiri yang ninggalin jejak di sana."

Kali ini Naya menatap Raga penuh tanya. "Bunga matahari," ujar Raga pada akhirnya. "Bunga yang identik sama kepribadian kamu."

Sedetik kemudian Naya mengulas senyum. Sepertinya dia melupakan satu hal, jika kekasihnya itu manusia yang kelewat peka.

"Tapi, Na, apa yang kamu lakuin sampai Mama bisa meluk aku sebagai Raga?"

Naya menggeser posisi tubuhnya agar berhadapan dengan Raga. "Aku cuma sedikit bercerita tentang kamu, juga tentang kita."

Raga mengerutkan keningnya, menunggu Naya bercerita lebih banyak. Tapi gadis itu justru malah melebarkan senyum, lantas memeluk Raga.

Pagi hari di RSJ. Waras Jiwa

Kaki kecil itu berjalan perlahan mendekati seorang wanita yang menatap kosong ke arah jendela. Seribu harap ia panjatkan, semoga usahanya ini bisa sedikit memperbaiki hubungan ibu dan anak yang telah lama hancur.

Tania—mama Raga—menatapnya penuh curiga saat Naya berdiri di sampingnya. Sedetik kemudian Naya tersenyum hangat. "Hallo, Tante. Aku Nayanika."

Wanita paruh baya itu tak bergeming. Menelisik setiap sudut wajah Nayanika dengan seksama. Tidak sepatah katapun Keluar dari mulutnya, ia memilih kembali menatap lurus ke luar jendela.

Naya memberikan sebuket bunga matahari yang dia bawa. Sepertinya, hal itu berhasil mengusik Tania. "Kenapa, memberikan saya ini?"

Naya tak lantas menjawab, dia mengajak Tania untuk duduk di samping bad rumah sakit. Naya menunjukkan sebuah foto yang berhasil membuat Tania terpaku.

Ragashka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang