9. Persepsi Manusia

426 23 5
                                    

Say hello nya mana bestuy??

Sepi kali ceritaku ini, macam kuburan😭

Ayolah senengin penulisnya.
Vote or komen gituuu
Hehehe..
---

Happy Reading!!!

❄️❄️❄️

"Jangan menjustifikasi seseorang berdasarkan sudut pandang mu sendiri. Sebab, persepsi manusia itu ragam jenisnya."
__________________________________

Zein sengaja izin di jam kedua dengan dalih rapat OSIS. Padahal, saat ini dirinya tengah bersandar di tembok belakang sekolah seraya bersedakap dada. Menunggu seseorang yang sangat ingin di temuinya sejak Naya di utus Bu Reisa menjadi tutor dadakan.

Tak perlu menunggu lama, tiga orang siswa itu muncul dari atas pagar tembok. Ya, mereka Raga, Athan dan Bagas. Melihat kehadiran Zein membuat ketiganya bertanya-tanya. Pasalnya ini hari selasa, dan juga kegiatan belajar sudah dimulai sejak 2 jam yang lalu. Itu artinya Zein bukan sedang razia siswa bermasalah.

"Ragashka, gue perlu bicara empat mata sama lo." Seperti dugaan Raga, Zein memang sedang menunggunya.

Raga memberikan instruksi pada Athan dan Bagas untuk meninggalkan mereka berdua.  "Nanti gue nyusul." Athan dan Bagas mengiyakan lalu pergi meninggalkan Zein juga Raga.

Beberapa menit hanya terisi suara dari pematik yang Raga mainkan. Baik Zein maupun Raga masih sama-sama bungkam dan saling melayangkan tatapan tak berarti.

"To the point, maksud lo apa deketin Naya?" tanya Zein serius.

"Gue nggak deketin dia tuh. Tapi kalo takdir maunya gue deket sama dia apa boleh buat?"

Zein berdecih sebelum kembali berkata, "Takdir apa yang lo maksud? Takdir yang lo susun seolah semua hanya kebetulan? Gue tahu siapa lo, Raga! Yang gue nggak tau kenapa lo milih Naya buat ngajarin lo?"

Sudut bibir Raga terangkat sebelah. "Jadi, lo bolos pelajaran cuma karena ini?" Raga tertawa pelan. "Lo nggak usah khawatir. Naya aman, selagi itu sama gue."

Kali ini Zein yang tesenyum sinis. "Lo pikir omongan lo barusan bisa buat gue percaya? Rentetan pelanggaran dan catatan hitam lo di ruang BK udah cukup buat mendeskripsikan seorang Ragashka."

"Gue sadar citra gue di mata OSIS itu hitam pekat. But, don't judge a book by its cover, boy."

Kemudian Raga menepuk pundak Zein lalu berbisik, "Lo cuma sahabatanya, Zein. Lo nggak berhak atas apa yang akan Naya pilih kedepannya."

Ketika Raga hendak pergi Zein mencekalnya. "Sekali lo berani sentuh atau sakitin dia, gue nggak akan pernah tinggal diam. Inget itu!"

Raga tak menghiraukan kata-kata Zein dia berlalu pergi meninggalkan pria yang berpakaian PSAS rapih. Sangat berbanding terbalik dengan Raga yang baju dikeluarkan, dasi entah dimana, dan jangan lupakan rambut panjang yang berantakan.


❄️❄️❄️

Flashback sehari sebelum Bu Reisa menemui Naya...

"Opa?"

Pria tua dengan satu tambahan kaki itu menoleh, lalu tersenyum ke arah cucu kesayangannya.

"Opa ngapain sih ke sini? Bukannya istirahat," Raga memeluk Kakeknya yang sudah berusia senja. Namun, ketampanannya tak lapuk oleh usia.

Pria tua itu terkekeh melepas pelukan cucunya. "Kamu sudah lupa siapa pemilik sekolah ini?" Raga menuntunnya duduk. "Opa kangen sama cucu Opa yang....." Kalimatnya menggantung di udara kala memperhatikan penampilan cucu satu-satunya yang jauh dari kata rapih.

Ragashka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang