28. Kerikil Pertama

254 21 2
                                    

Karena satu orang aku jd up mulu.
Semoga kalian nggak bosen ya😌
Vote aja dulu, bacanya pas senggang.
--
--

Selamat membaca!!

❄️❄️❄️

Ibu dua anak itu terlihat gelisah ketika melihat cuaca sore ini yang sangat tidak bersahabat. Hujan belum turun tapi kilatan petir sudah saling bersahutan. Dia tidak bisa meninggalkan toko karena sedang ramai-ramainya. Diana mencoba menelpon Zein. Namun, Zein tidak menjawab panggilan Diana. Akhirnya, Diana mencoba menelpon Raga, berharap lelaki itu mengangkat panggilannya.

"Assalamualaikum, Tan.. ada apa ya?" Suara lelaki di sebrang sana terdengar sopan ketika menerima panggilan dari Diana.

"Waalaikumsalam.. Raga, Tante boleh minta tolong nggak?"

"Iya, apa Tan?"

"Tolong ke rumah Tante, temenin Naya sebentar. Dia sendirian di rumah. Tante belum bisa pulang soalnya toko masih rame banget."

Ketika mendengar suara gemuruh petir Raga langsung teringat dengan Naya yang takut dengan petir. "Iya, Tan. Raga berangkat sekarang."

"Makasih ya, Nak.. Tante tutup dulu telponnya. Kalau ada apa-apa hubungin Tante."

"Iya, Tan. Raga pasti jagain Naya," jawabnya menyakinkan.

Kemudian Diana memutuskan panggilan seusai mengucap salam. Sekarang hatinya sedikit lebih tenang. Setidaknya ada Raga yang Diana yakini bisa menjaga anaknya dengan baik.

Raga mengambil kunci mobil dan langsung bergegas ke rumah Naya. Jalanan yang lumayan ramai membuatnya mengumpat kesal. Langit berangsur gelap dan gemuruh semakin menggelegar. Raga menginjak pedal gas dengan kecepatan tinggi. Menyalip ke sana kemari, menghindari kemacetan yang akan memperlambat lajunya.

Begitu sampai di rumah Naya, hujan sudah turun dengan deras. Dia menekan bel beberapa kali, namun tak ada yang membukakan pintu. Karena pintu yang tidak di kunci, akhirnya Raga langsung masuk. Saat di telpon tadi, Tante Diana sempat memberitahu bahwa kamar Naya berada di lantai atas. Tak menunggu lama, Raga dengan cepat melahap anak tangga dengan kaki jenjangnya.

"Naa?!"

"Nayaa?!"

Raga melihat kamar dengan pintu yang bertuliska Nayanika word. Raga mengetuk pintu tersebut beberapa kali, tapi tidak ada tanda-tanda ada yang akan membukan pintu. "Naa? Ini gue Raga. Lo di dalem? Gue masuk ya?" izinnya.

Raga langsung masuk begitu kilatan petir dan geludug saling bersahutan. Dan benar saja dugaan Raga, Naya tengah memeluk lutut di lantai. Tubuh gadis itu bergetar karena takut.

"Naya.." Raga langsung membawa gadis itu ke dalam pelukannya. Naya terisak dalam dekapan Raga. "Tarik nafas, buang.. tenang ya.. aku di sini, Na.." Raga menuntun Naya untuk mengatur nafas.

"Ragaaa..." rengeknya seraya memeluk Raga dengan erat. "Aku takut.. Mama belum pulang.."

"Iya,, aku di sini. Jangan takut lagi, ya.."

Raga mengelus punggung gadisnya. Membelai rambut panjang Naya yang dibiarkan tergerai. Satu tangannya lagi menghapus sisa air mata di pipi gadis itu.

"Aku ambilin minum dulu ya buat kamu." Naya menggeleng kuat, seperti anak kecil yang menolak ditinggal sendiri. "Sebentar, Na.."

Raga melepas pelukannya dan berdiri. Namun, Naya menahannya dengan memegangi ujung baju Raga. "Ikutt.." cicitnya.

Ya, Tuhan... Raga mau cepat lulus! Biar bisa halalin gadis yang sudah mengisi penuh hati Raga. Biar bisa lihat wajah menggemaskan Naya setiap hari. Batin lelaki itu mengerang ketika melihat wajah lucu kekasihnya.

Ragashka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang