38. Pelukan Impian

219 13 1
                                    


Naya masih betah di posisinya sambil melihat-lihat isi kamera milik Raga. Gadis itu tak henti-hentinya mengulas senyum. Ternyata, Raga cukup sering memotretnya diam-diam.

"Eh, ini waktu di taman sama Zein, kan?" monolognya, ketika melihat foto yang Raga ambil dari sisi, sewaktu Naya bersama Geano. "Berarti, waktu itu Raga pura-pura nggak liat dong?"

Naya kembali tersipu sendiri seperti orang hilang akal. Sampai tak menyadari Mamanya berulang kali memanggil.

"Anak Mama mentang-mentang lagi jatuh cinta sampe budeg kupingnya." Diana mendekat lalu duduk di samping Naya sambil mencubit pelan pipi anaknya.

"Iiiihh, Mama, sakit tau!" Naya bangkit duduk di samping Diana.

"Lagian Mama panggil dari tadi nggak nyaut-nyaut." Diana memberikan segelas susu hangat pada Naya.

Setelah meneguk minumannya Naya kembali bicara. "Nggak denger, Ma. Oh iya, Nana boleh minta tolong?"

"Mama bisa bantu apa, sayang?"

"Besok bikinin buket bunga matahari ya? Nanti Nana ambil ke toko."

"Raga sakit?" tebak Diana. Karena sudah lama mengelola toko bunga, Diana menyimpulkan jika bunga matahari kerap di berikan pada orang yang sedang sakit lantaran memiliki arti harapan dan optimisme. Naya menggelengkan kepalanya sambil kembali minum susu yang tadi. "Trus siapa yang sakit?"

"Mamanya Raga yang sakit."

Diana ber-oh-ria. "Nanti Mama titip pie apel buat calon mantu Mama, ya?"

Sontak Naya memberikan tatapan penuh tanya. "Siapa?"

"Ya, Raga lah." Diana kembali menggoda anaknya. "Jadi udah sampai tahap mana nih pacarannya?"

"Iihhh Mama! apaan siih!"

Berbeda dengan Naya yang mencebik kesal. Diana malah tergelak melihat anaknya tersipu. "Kenapa dih? Mama juga pernah muda kali, nakal dikit mah gak apa-apa asal jangan kelewat batas."

"Mama makin malem omongannya makin ngaco. Udah, ah sana. Nana mau tidur." Naya menarik tangan Mamanya agar meninggalkan kamarnya.

Di sisa tawanya akhirnya Diana terpaksa keluar padahal masih ingin menggoda. "Iya, deh, iyaaa. Mama pergi nih."

Selepas kepergian Diana, Naya kembali menggali isi kamera Raga lebih dalam. Alisnya bertaut ketika menemukan foto lama yang Naya yakini itu adalah foto keluarga. Dan beberapa foto kakak beradik yang terlihat mirip.

Aku harap, setelah ini, kamu bisa sedikit di terima. Tidak, kamu memang sudah seharusnya mendapat kebahagiaan dari sosok yang amat kamu rindukan kasihnya.

❄️❄️❄️

Raga datang dengan langkah ragu. Memar di sudut mata dan bibirnya sesekali berdenyut nyeri. Dari jarak beberapa meter, dia masih memperhatikan seorang perempuan paruh baya dengan pakaian rumah sakit. Hatinya ingin sekali menghampiri. Menghamburkan pelukan pada sosok yang ia panggil Mama.

Tapi, langkahnya kembali tertahan ketika mengingat reaksi yang selalu wanita itu tunjukkan ketika melihat kehadirannya. "Sus, saya titip ini ya, buat Mama."

Raga menghentikan seorang suster yang lewat di depannya. Berniat menitipkan makanan kesukaan Tania kepada suster.

"Kenapa nggak di kasih langsung aja, Mas? Sepertinya kondisi Bu Tania lumayan stabil."

Suster tersebut bisa melihat keraguan yang terpancar di wajah Raga. "Baru kali ini Bu Tania menyebut nama Raga dengan lembut tadi." Raga memasang ekspresi tak percaya. Tapi suster tersebut mengangguk sambil tersenyum. "Coba bicara pelan-pelan. Saya awasi dari sini."

Ragashka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang