54. Selalu di Rayakan

273 18 8
                                    

Dari banyaknya doa yang selalu ku panjatkan, bahagiamu lah yang paling aku langitkan. Kamu, yang akan selalu aku rayakan.
-Ragashka Mahdava A.-

❄️❄️❄️

Pagi kembali menyapa bersama mentari yang mengambil alih peran sang bulan. Namun, gadis itu masih berbaring menatap langit-langit kamar yang kosong. Setelah hari itu, Naya lebih banyak mengurung diri di kamar. Libur panjang sudah di mulai dari dua hari yang lalu. Tapi ia sama sekali tidak memiliki energi untuk sekedar menikmati liburannya.

Atensinya beralih pada kue sisa semalam yang masih tergeletak di atas meja belajarnya.

"Sweet seventeen?" gumamnya lalu tersenyum hambar. "Di mana letak manisnya saat kamu nggak ada di sini?"

Semalam, Zein datang dan memberi kejutan untuk Naya tepat di jam 12. Ya, hari ini adalah ulang tahunnya yang ke 17, tapi gadis itu sama sekali tidak merasakan euforia sweet seventeen yang seharusnya penuh rasa bahagia.

"Udah bangun, Nak?" Diana datang membukakan tirai jendela seperti biasa. Kemudian duduk di tepi kasur, mengamati wajah anaknya yang suram. "Ikut Mama ke toko, yuk? Jangan ngurung diri terus di sini. Atau mau kita liburan ke mana?"

Naya menggelengkan kepala sambil bangkit duduk. Matanya kembali memanas saat melihat amplop merah yang Athan berikan waktu itu.

"Ma, hari ini Raga tunangan sama Anna," cicitnya sambil menatap sayu Diana. "Kenapa harus tepat di hari ulang tahun Nana? Apa ini cara Raga mutusin hubungan?"

Diana mengusap rambut anaknya dengan tatapan iba. "Sayang.. Mama ngerti perasaan kamu. Tapi mungkin Raga punya alasan atas keputusan yang dia ambil."

"Sakit, Maa.. hati aku serasa ditusuk-tusuk. Nana kecewa. Pengin benci Raga tapi kenapa nggak bisa? Nana cuma mau Raga ada di sini dan bilang kalo semua ini bohong."

Diana menepuk-nepuk pundak Naya yang kini tengah menangis. "Setiap hal yang terjadi di luar kehendak kita itu pasti ada makna dibaliknya. Kamu tau kenapa kebahagiaan dan kesedihan itu selalu berdampingan?"

Naya menggelengkan kepalanya pelan. "Kenapa?"

"Karena kesedihan adalah harga yang harus dibayar untuk sebuah kebahagiaan. Entah itu datang di awal atau di akhir keduanya tak akan terpisahkan. Sebab bahagia dan sedih itu sudah satu paket. Itulah kenapa manusia harus belajar tentang ikhlas agar kita tidak menyalahkan takdir."

Beberapa menit Naya menangis dalam pelukan Diana. Selama itu pula Diana tidak berkata apapun lagi. Hanya sentuhan lembutnya yang berusaha untuk membuat Naya merasa tenang.

"Maa.."

"Iya, sayang?"

"Hati kecil aku nggak percaya Raga bisa terima perjodohan itu. Apa itu artinya aku denial?"

Diana tersenyum hangat sambil merapikan rambut Naya yang sedikit berantakan. "Kenapa nggak kamu pastiin sendiri? Acaranya hari ini kan?"

"Apa aku bisa kuat, Ma?"

"Anak Mama nggak lemah dan Mama percaya itu," kata Diana seraya memegang kedua bahu anaknya seolah sedang menyemangati. "Sekarang anak Mama yang cantik ini harus mandi trus sarapan. Mama tunggu di bawah, oke?"

Naya mengangguk sambil memaksakan senyumnya. Setelah Diana pergi ia menghampiri bunga matahari yang pernah ia tanam bersama Raga. Gadis itu membicarakan banyak hal pada bunga yang telah mekar sempurna. Mengadu atas apa yang saat ini dirinya rasakan.


❄️❄️❄️


Ragashka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang