Setelah menjadi ketua dari sebuah organisasi mafia di Italia, Wang Yibo kembali ke Zhuhai, tanah kelahirannya, untuk satu tujuan. Di kota itulah semuanya justru dimulai. Dia bertemu sesosok muda mempesona yang memiliki kesamaan nama dengan saudara y...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mansion ketua Ma.
Jiyang baru saja memasuki kamar di lantai dua rumah besar milik ketua Ma. Setelah menyambut dan berbincang bersama ayah angkatnya, akhirnya ia beralasan untuk tidur lebih cepat dan menaiki tangga menuju kamar. Ia meninggalkan Haoxuan yang masih setia menemani ketua Ma. Sekian detik Jiyang hanya duduk termenung di atas tempat tidur. Sepasang matanya menatap ke luar jendela, memperhatikan lautan yang bergelombang. Meski terlihat hitam di malam hari, namun buih putihnya masih terlihat saling mengejar ke tepi pantai. Suara ombak itu terdengar samar menyentuh pendengaran. Ia bangun dan berdiri sesaat di dekat jendela, melihat suasana di luar yang jauh dari kehidupan kota. Sejenak menghirup napas panjang, akhirnya ia melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Lima belas menit berlalu, ia keluar dari kamar mandi dan melihat Haoxuan yang berdiri menyandarkan bahu pada kusen jendela. Ia tidak merasa terkejut karena kamar yang ia masuki adalah kamar Haoxuan. Sejak pemuda imut itu membawanya ke rumah ketua Ma, ia tidak diberikan kamar lain melainkan langsung satu kamar dengannya.
Haoxuan berpaling sewaktu mendengar suara, dan mengulas senyum melihat kekasihnya keluar dalam balutan bathrobe putih.
“Kemarilah." Ia meminta sambil merentangkan sebelah tangan.
“Aku harus berpakaian sebentar,” sahut Jiyang.
“Tidak perlu diganti. Bathrobe itu akan lebih mudah untuk dilepas.” Haoxuan mengulum senyum.
Meski dengan gelengan kepala yang menyertai, Jiyang tetap melangkah menghampiri dan pinggangnya langsung menjadi tangkapan hangat lengan Haoxuan. Ia menahan telapaknya pada bahu si pemuda.
“Kau sudah selesai bicara dengan ayah angkat?” ia bertanya.
“Wangimu segar sekali.”
Alih-alih menjawab, Haoxuan mengenduskan hidung ke dekat leher. Sekilas ia mendaratkan ciuman pada kulit leher yang terasa dingin.
“Kau mandi air dingin?” Kernyitannya tercipta.
“Hmm, hanya ingin kesegaran lebih lama.”
“Cuaca sekarang sudah mulai ekstrim. Di luar sudah mulai turun hujan salju. Kau harus menjaga kesehatan,” protes Haoxuan.
“Hanya sesekali,” Jiyang membela diri.
Haoxuan memandangi wajah kekasihnya lekat-lekat, merasa ada sesuatu yang mengusik pikiran Jiyang.
“Ada apa? Kau terlihat tidak nyaman.” Ia menyisirkan jemari pada rambut Jiyang yang masih sedikit basah.
“Aku hanya teringat Xiao Zhan dan Theo,” jawaban Jiyang terdengar setelah satu helaan napas. “Apa Xiao Zhan tidak diberitahu tentang kedatangan ketua Ma?”