043. Filial Piety Trip (6) 𖥔

31 4 0
                                    

———— chapter start

Teriakan tangisan bergema di aula dan aku melihat Kakek berlari entah ke mana.

Dalam tempat yang terlihat seperti altar, di sana ada patung garam yang membentuk seorang manusia. Itu merupakan seorang wanita yang berlutut dengan segala kemampuannya untuk pukulan terakhir.

"Apa kau yang menghentikan ledakan dungeon sendirian?"

Bahkan setelah mengucek mataku, di sana hanya ada satu orang patung batu. Dia terlihat seperti orang yang sangat kuat.

Oh, ini bukanlah waktunya untuk terkejut.

"Elthea! Tidak mungkin, Elthea! Kenapa kau terlihat seperti ini ...! Arghhh!"

Sambil memegang patung batu itu, aku pun mendekati Kakek yang sedang banjir air mata. Aku menepuk-nepuk punggungnya Kakek, dan mengharapkan Ia sedikit terhibur.

"Dia anaknya Kakek .... Apa?"

Aku menyipitkan mataku.

"Uh, hah?"

"... Hiks! Kenapa kau melakukannya, Nak?"

"Hah .... Itu ...."

Melihat patung batu itu dari dekat sungguh tak dapat dipercaya.

Wanita yang mengenakan pakaian tidur sederhana yang tak pernah membiarkan senjatanya lepas dari genggamannya itu sampai ke menit terakhir.

Dua senjata terkenal yang dia gunakan untuk mengalahkan boss kelas S sendirian adalah ....

Merupakan cangkul dan bajak!

Tiba-tiba aku teringat cerita Frintz yang memberitahu *kami tentang ingatannya.
*Ayahnya & Ailette

"Dia membawa sebuah cangkul dan bajak di halaman dan pergi ke dalam hutan."

Dia bilang kalau dia akan menangkap beberapa ternak yang kabur dari kandang dan tak tahu tempatnya sendiri.

Merasa terpesona dengan wajah dari patung batu itu yang terlihat sangat mirip denganku, tanpa sadar aku memanggilnya.

"I-Ibu ...?"

"Apa?!"

Sang Kakek itu berbalik ke arahku dengan tatapan terkejutnya.

Aku mencoba untuk menenangkan diriku sendiri untuk menatap pada matanya yang membulat dan bergetar itu.

"Oh, itu ... deskripsinya sama seperti apa yang dijelaskan Kakak saya tentang penampilan terakhir Ibu saya."

"...."

"Saya 'kan memberitahu anda kalau Ibu saya tidak pulang setelah menangkap hewan yang kabur dengan sebuah cangkul dan bajak."

"Ah, apa kau ...."

"Lihatlah. Di sana ada cangkul di tangan kirinya, dan bajak di tangan kanannya, dan ternak yang hampir keluar dari dungeon di sini adalah ... Monster Mata itu?"

"...."

"...."

Untuk beberapa saat, ada udara dingin yang terhembus.

Kakek itu berjongkok tepat di depanku dan bukannya memeluk patung putrinya itu.

Setelah beberapa waktu, kami mencapai pada titik pencerahan dan membuka mulut kami tak peduli siapapun yang berbicara duluan.

"Kalau begitu seorang Ibu yang kabur ...."

"Kalau begitu putri yang kabur dari rumah karena Kakek membuatnya tak nyaman ...."

Privileges by The World Building GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang