174 - 177. A Reunion I Hoped For, A Reunion I didn't Want (2) - (5) 𖥔

134 14 4
                                    

— 174. A Reunion I Hoped For, A Reunion I didn't Want (2) 𖥔 —

Sambil merenungkan ambisinya untuk menghibur tamu-tamunya yang terhormat, satu iblis dan empat manusia pun mencapai ujung lorong.

Tempat dimana lima pasang kaki berhenti adalah di depan pintu besi melengkung dengan pola timbul yang kompleks.

"Apa? Pintu ini tak terbuka dengan sendirinya?"

"Ini besar dan mewah. Terlihat berbeda dari ruangan yang kita lalui selama ini, mungkin itu ruangan bos-nya."

"Yah, aku yakin ketua kita, Nona Ailette punya rencana. Apa yang kau lakukan, tanker? Cepat buka itu, Thesilid."

"Baiklah."

Anaxia tak perlu menghasut sesuatu. Semuanya lancar hingga akhir.

‘Hahaha! Dasar bodoh! Kalian bahkan tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi mulai sekarang!’

Itu akan dimulai.

Tak perlu lama-lama lagi untuk melihat para manusia ini gemetaran kaget dan takut padaku saat mereka melihatku mengungkapkan identitas asliku.

Paladin berambut perak itu pun mendorong pintunya.

Kkiiiiiiik-.

Engselnya, yang sengaja tak dilumatkan, pun mengeluarkan deritan kuat yang panjang dan menusuk telinga.

‘Ayolah! Buruan!’

Pintu yang retak pun terbuka.

Oleh karena itu, wajahnya Anaxia memerah dan napasnya tersendat-sendat.

‘Lihatlah! Ruangan bos yang kosong!’

Pada saat ruangan takhta akhirnya terungkap.

"Kau di sini? Aku sudah menunggu lama."

“....Hah?”

Ada seseorang di ruangan bos yang seharusnya kosong.

"Eh?"

"Hum?"

"Hah?"

Ephael, Hestio, dan Ash membuat suara melongo dengan wajah yang kebingungan.

Pada takhta yang indah berlokasikan di bagian yang terdalam dan tertinggi di ruangan takhta, seorang wanita sedang duduk dengan dagunya yang ditopang secara arogan menggunakan tangannya. (tl/n: AIII kerenn bgttt)

Warna pink dari rambutnya yang panjang dan mengalir itu familiar.

Beberapa saat kemudian.

"Ailette?!"

"Kakak yang ada dua?!"

"Apa-apaan?! Kenapa bosnya terlihat seperti ketua kita?!"

Tiga orang itu melihat ke arah Ailette yang asli dan palsu secara bergantian, dengan wajah yang dipenuhi oleh kebingungan dan kekagetan.

Ailette, yang duduk di kursi takhta, pun memperbaiki tatapannya pada orang yang mencuri wujudnya.

Dia beralih pada yang palsu dan berkata. (tl/n: di sini ailette mulai berdiri, tadinya kan duduk)

"Ini satu-satunya kursi yang bisa kutemukan, jadi aku duduk di sini dan menunggu. Agak lama juga untukmu sampai di sini."

“....!”

Sepertinya itu adalah provokasi yang berguna.

“Beraninya kau!”

Ailette berambut pink yang palsu pun berteriak marah.

Privileges by The World Building GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang