139 - 142. Until the World is Saved (4) - Visiting Grandpa's House (3) 𖥔

221 19 4
                                    

Chapter Start, 139. Until the World is Saved (4) 𖥔

Pada saat yang sama, suara berat nan dingin sebuah langkah kaki pun menggema di lantai marbel ini.

Seorang pria tampan dengan rambut perak, yang terlihat diberkati dari kepala sampai ujung kaki dengan berkah dari Dewa, sedang berjalan di lorong Ordo ini.

Sebagai bukti dari seragamnya yang sangat cocok dengannya, gaya berjalannya sebagai kesatria terlatih itu moderat dan bermartabat.

Dia merupakan Thesilid Argent di 'ronde ke-17'.

Lantai ini, yang telah berubah dari marbel menjadi karpet, menelan suara indah dari langkah kaki itu.

Tak lama kemudian, Thesilid pun sampai pada tujuannya.

Dia berdiri di depan pintu Kardinal.

Tok, tok, tok.

Bahkan suara ketukannya yang rapi itu terdengar mewakili dirinya yang murni.

"Ah, Sir Thesilid."

Pintunya terbuka dan seorang saudari yang masih magang yang bertugas pun muncul.

Thesilid tersenyum lembut, dengan sopan santun yang sempurna seolah-olah ia sudah melukisnya.

"Ini adalah malam yang damai, Saudari. Maaf karena datang pada larut malam, tapi bisakah anda memberitahu Kardinal Cattleya kalau saya ingin bertemu dengannya sebentar?"

"Iya! Tu-Tunggu sebentar!"

Wajahnya wanita itu— yang menghilang dengan cepat—merah padam.

Dia adalah kesatria dengan rupa yang enak dilihat dengan etika yang menggetarkan setiap wanita, jadi itu tak terelakkan.

Terlebih lagi, saat regresinya berlanjut, kesegarannya menghilang, orang yang aneh dan lesu & suasana terpisah ditambahkan, jadi itu lebih ke tidak mungkin untuk tidak merasakan pesonanya.

Kemudian gadis itu pun muncul dengan wajah yang malu-malu.

"Maukah anda masuk ke dalam?"

Setelah mengekspresikan rasa terimakasih nya dengan membungkuk dalam diam, ia pun melangkah ke depan.

Dia pun dituntun ke arah studi pribadi. Karena areanya padat dengan buku-buku teologi, udara yang berat dan saleh pun terlihat memenuhi ruangan ini.

Cattleya, yang sedang membaca kertas itu, pun menatap ke arah Thesilid dan membenarkan kacamatanya.

"Sir Thesilid, silakan duduk."

"Terima kasih atas kesediaan anda, Yang mulia."

Dengan meja rendah di antara mereka, Thesilid duduk tegak di sofa depan Cattleya.

Saudari magang itu pun melayani dengan teh dan pergi dengan bijaksana. Cattleya sepertinya sudah membicarakan itu tadi, kalau mereka akan sendirian.

Yah, ia sudah cepat tanggap sejak lama. Bahkan sekarang, sebuah ketegangan lembut sedang mengalir di udara.

Itu sudah jelas kalau Cattleya sedikit waspada terhadap Thesilid Argent. Pada sisi lain, sikapnya Thesilid saat ia meminta pertemuan empat mata itu seperti biasanya. Ia tersenyum lesu saat ia mengulurkan jemarinya pada gagang cangkir teh itu.

Itu merupakan Cattleya yang membuka mulutnya terlebih dahulu dan kalimatnya itu sederhana.

"Apa yang membuatmu ingin melihatku?"

"Saya datang ke sini karena saya memiliki rasa penasaran yang pribadi. Ini sedikit memalukan karena ini merupakan hal yang sepele."

"Tidak ada hal sepele yang benar-benar sepele."

Privileges by The World Building GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang