BRAAK!
Lagi-lagi terdengar suara gebrakan meja dan adegan kertas-kertas berterbangan pun kembali terulang yang membuat hati Rania mencelos.
Apakah ini adalah akhir dari karirnya di Light Up?
'Enggak bisa!'
Rania tak bisa membiarkan pikirannya mengarah ke sana. Rania tak mau dirinya kehilangan pekerjaan. Rania masih membutuhkan uang itu.
Kalau dia dipecat dari Light Up, di zaman yang serba sulit ini tak akan mudah Rania mendapatkan pekerjaan yang setimpal bayarannya dengan semua fasilitas yang didapatnya sekarang.
'Rania ngeri memikirkan dirinya yang tanpa pekerjaan.
"Maaf Pak. Saya disini sudah berusaha untuk profesional dan saya sudah menanyakan pada Bapak di mana letak kesalahan sebelumnya."
Rania tadinya memang menunduk. Tapi karena tak mau disalahkan lagi, Rania memberanikan diri menatap Reza eyes to eyes. Sudah cukup Rania mengalah.
Ada sesuatu yang harus dipikirkannya dan ini lebih penting dari segalanya. Biaya sekolah dan kebutuhan untuk masa depan putrinya.
"Kita di sini kerja tim Pak!" karena itulah Rania makin berani membela dirinya.
"Saya adalah bawahan bapak dan bapak atasan saya yang menjadi pemimpin di perusahaan ini. Bapak adalah CEO Light Up dan saya adalah sekretaris Bapak. Saya mengalami kesulitan, tadi saya sudah mengatakan pada Bapak kalau saya tidak tahu di mana letak kesalahan saya. Di meja saya tadi saya juga sudah mengecek ulang berkasnya. Saya sudah berusaha mencari tapi saya tidak menemukannya." Rania tegas menceritakan keadaannya jujur.
"Semua yang saya tulis di sana berdasarkan pengalaman kerja saya dari tahun ke tahun. Saya melakukan hal yang sama tanpa ada yang protes. Saya yakin sekali tidak ada yang kurang di laporannya." Rania makin menggebu-gebu hingga naik turun napasnya tak teratur.
Rania tak memberikan kesempatan pada Reza menyanggahnya. Rania mengungkapkan luapan isi hatinya yang selama seminggu ini sangat tertekan dengan sikap Reza yang selalu saja menyalahkannya dan terus-terusan mengomel padanya.
Rania sudah gerah. Ada batasan kesabarannya yang sudah tak bisa lagi ditoleransi dan ini membuat Rania lebih berani membela diri.
"Bukankah sebagai seorang atasan yang tahu di mana letak kesalahan bawahannya akan lebih baik jika Bapak memberitahukan pada saya agar ke depannya saya tidak akan lagi melakukan kesalahan yang sama?" Rania menjeda sebentar karena dia kehabisan napas. Bahunya masih naik turun tak beraturan dan wajahnya memerah karena luapan adrenalin.
"Jika Bapak seorang pemimpin yang profesional, maka Bapak akan mencoba untuk membantu kami. Membimbing kami belajar dengan cara yang lebih baik. Tidak dengan memaki-maki dan memarahi kami. Bukankah jika kinerja kami baik ujung-ujungnya Bapak juga yang akan mendapat pujian?" Rania membalikkan.
"Tapi bagaimana jika tim Bapak bobrok dan Bapak bukan membantu malah terus menjatuhkan mental kami dengan makian Bapak? Apa akan ada untungnya buat Bapak? Apakah dengan mengganti orang lama dengan pegawai baru itu akan menyelesaikan semua permasalahan di perusahaan ini? Bukankah akan ada biaya pelatihan dari awal dan mereka perlu beradaptasi dan ini lebih besar biayanya dari memberdayakan sumber daya yang ada? Karena yang penting komunikasi Pak! Bapak bilang maunya Bapak dan nanti bisa diikuti karyawan Bapak."
Rania sejatinya adalah seorang gadis yang memang ingin mencari aman dalam bekerja demi putrinya, Marsha.
Tapi saat ini dia sudah terlalu muak. Sudah kepalang protes, Rania ingin menumpahkan uneg-unegnya.
Rania tidak terima kalau harus dimaki-maki seperti tadi.
"Pffh! Pantas saja perusahaan ini bangkrut dan hasil data menunjukkan kemunduran dari tahun ke tahun. Staff perusahaan yang dijadikan karyawan terbaiknya saja bodoh begini dan tak berkembang! Ayo David!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar Baby Yang Tak Diinginkan
Romance"Aku mau tubuhmu setiap hari, Rania! Kamu siap?" "Ti-tiap hari Om Reza? Terus sekolahku gimana?" Rania Juwita Raharja yang berusaha mencari sedikit kebahagiaan, berani bermain api dengan mencari sugar daddy di situs dating online hngga akhirnya bert...