BAB 12: RUMAH BORDIL

2.2K 64 0
                                    

"Kamu pakai dulu deh seatbelt-nya. Sini kuenya aku pegangin dulu."

"Oh, iya makasih Mar."

'Haduh, Kenapa aku bisa lupa kalau masih ada mereka dan aku tadi ngeloyor pergi gitu aja!'

Sesaat setelah Rania menyerahkan kue dia ingin pasang seat belt makanya menatap ke arah kiri dan sadarlah dia kalau masih ada bayang-bayang beberapa orang berdiri di pintu masuk lobi kantornya.

Pucatlah wajahnya.

"Sini kuenya aku udah selesai. Yuk cepetan kita pulang Mar, kesian Acha!" Rania ngeri berlama-lama di sana. Untuk sekarang Rania memilih menghindar.

"Hmm. Ngomong-ngomong soal Acha, tadi itu seru loh ngeliatin Acha yang nyeritain tentang ulang tahunmu sama temen-temennya di sekolah pas udah bubaran kelas," sambil menginjak pedal gasnya Amar sambil bercerita.

'Tapi seharusnya nggak masalah dong buat aku kalau tadi Amar kasih surprise ulang tahunku di sana ya?' Rania mencoba mencari alasan mengurangi rasa bersalahnya di hatinya, tanpa merespon Amar.

'Dan nggak masalah juga kali ya kalau aku nggak ngucapin selamat tinggal? Atau maksudnya selamat malam gitu? Soalnya kan tadi aku juga nggak sengaja sih keluar buru-buru karena keingetan Marsha. Lagian aku dan dia hanya atasan dan bawahan sekarang harusnya aku gak perlu merasa gak enak begini padanya.'

Rania berpikir sendiri di dalam hatinya mencoba mencari pembenaran yang bisa membuatnya sedikit lebih baik sampai dia tidak terlalu mendengarkan cerita dari Amar tentang putrinya.

Entah kenapa pikiran Rania tersedot semua membayangkan yang akan dipikirkan Reza.

Apakah Reza ingat hari ulang tahunnya? Apakah dia melihat surprise Amar dan tahu Rania sudah move on?

'Duh, tadi dia liat aku mengecup Amar juga ya? Nggak apa-apa kan ya? Kan aku sama dia juga nggak ada hubungan apa-apa dan dia sendiri yang bilang kalau aku dan dia sudah nggak ada apa-apa lagi!'

SETELAH PERTEMUAN INI, KAMU DAN AKU TAK ADA HUBUNGAN APA-APA LAGI. JADI KALAU SUATU SAAT KAMU BERTEMU DENGANKU, ANGGAP SAJA KITA TAK SALING MENGENAL.

Rania masih ingat betul apa yang dikatakan oleh Reza jadi dia merasa semua akan baik-baik saja! Itu afirmasi dalam benak Rania supaya dirinya bisa tenang malam itu.

"Happy birthday Mama! Happy birthday Mama! Happy birthday Mama! happy birthday Mama!"

'Nanti aku di kantor nggak akan dimarah-marahin sama dia kan?'

Dan pagi itu di meja makan di apartemen, Rania bukannya menikmati putrinya yang sangat bahagia dengan kue ulang tahunya, dia masih kepikiran soal Reza.

"Yeaay! Acha mau potongan kuenya?" untung ada Amar yang menemaninya.

'Apakah aku akan mendapatkan hukuman yang mengerikan nanti di kantor?'

Rania memang tersenyum dan tertawa. Dia ikut berpartisipasi dalam kegiatan itu tapi pikirannya masih melayang ke mana-mana tak tenang hatinya. Dia sangat terganggu sekali dengan urusannya karena masalah tadi malam.

"Amar, kalau misalkan aku naik mobilku sendiri terus kamu bisa nggak anterin Marsha ke sekolahnya?"

"Bisa aja nganterin Marsha. Tapi aku tetep ga izinin. Aku yang akan nganterin kamu ke kantor, Rania. Biar pada tahu temen di kantormu kalau kamu ga single lagi, hehe."

"Ish, Amar."

"Biarlah, lagian nanti pulang kantor kan kita harus cari gaun untukmu. Ulang tahun pernikahan papa dan mamaku tinggal dua hari lagi. Sekarang udah hari Kamis loh! Berarti kan hari sabtu besok bajunya masih udah mesti siap kan? Kita juga mesti cari cincin pertunangan kita."

Sugar Baby Yang Tak DiinginkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang