Tandai typo❤
___"Aku hanya gadis sebatang kara, Sa, aku tidak tahu seperti apa wujud Ayah dan Ibu."
Suara Adel tercekat jika ingat hidupnya yang menyedihkan, terlampau menyedihkan hingga di sampai berpikir kenapa harus di lahirkan jika pada akhirnya ditinggalkan sendiri?
"Aku hidup sendiri ditengah dunia yang jahat ini, aku tidak tahu harus cerita dari mana but ——aku bukan gadis yang hidup dengan kasih sayang, aku tidak beruntung dalam semua hal."
Adel kalah materi, kalah fisik, kalah kasih sayang dan kalah semuanya, jadi ——apa yang harus dia ceritakan? Hidupnya terlalu menyedihkan untuk di banggakan, dia tidak punya alasan apapun terutama tentang ayahnya.
Aksa mengelus lengan Adel, menenangkan, dia tahu gadis ini tidak dalam keadaan baik-baik saja, baik hatinya ataupun fisiknya.
"Tak apa, semuanya akan baik-baik saja," gumamnya rendah, Adel membalas dengan senyum kecil.
Seberat apa hidup yang Adel jalani sampai-sampai Aksa harus melihat Adel menangis di gelapnya malam? Seorang diri?
Aksa bukannya tidak memperhatikan setiap saat Adel menyendiri di loteng restoran, dia tahu gadis itu menangis tapi Aksa tidak punya keberanian untuk bertanya langsung.
"Setiap kali aku rindu ibu, aku hanya menatapi kalung ini."
Adel larut dalam ceritanya dan Aksa menjadi pendengar tanpa menyela sedikitpun.
Dia menjadi pendengar yang baik sesekali memberi kecupan di dahi Adel, merengkuh tubuhnya dan mengelus rambutnya.
"Hanya ini satu-satunya peninggalan Ibu, mungkin kalung ini hanya benda biasa tapi buatku ini sangat berharga."
Aksa menelisik kalung Adel, menurutnya kalung itu masih terbilang mewah pada zamannya, terbukti sampai sekarang kalung peninggalan ibunya masih utuh dan tidak berkarat sedikitpun.
Juga bandol A yang di tengahnya ada permata kecil putih, mungkin batu safir.
"Aku gak tahu jelas seperti apa wajah Ibu, Sa, dia meninggal saat usiaku dua tahun," ucap Adelia dengan pandangan yang sulit diartikan. Kedua matanya merebak, basah.
"I am sad for it," balas Aksa sendu.
"Hei, jangan mengasihaniku, aku sudah biasa." kekehan Adel terdengar bkala menangkap wajah Aksa yang tampak prihatin saat menatap dirinya. .
"Jangan menunjukkan wajah begitu, i'm fine, hanya rindu, itu saja."
"Ayahmu?" tanya aksa hati-hati.
Jelas dari raut yang Adel tunjukkan dia tampak tidak senang saat menanyakan sosok tersebut m
"Dia juga sudah meninggal," gumamnya dengan pandangan kosong. Suaranya tercekat.
Aksa mendengar sesuatu yang tak biasa dari kalimat Adelia, seperti perasaan kecewa yang teramat dalam.
"Aku tidak tahu bagaimana rupa ayah, aku tidak tahu ayah itu seperti apa, apa tinggi, apa masih muda karena sampai sekarang pun aku tidak tahu apakah aku benar-benar memiliki Ayah atau tidak."
Dan——aku harap aku tidak memiliki Ayah.
Adel masih mempertahankan senyumnya namun Aksa tahu itu hanya untuk menutupi betapa berat hidup yang Adel jalani tanpa kehadiran orang-orang yang seharusnya ada dimasa pertumbuhannya.
Ah——beruntung Aksa masih memiliki orang tua yang lengkap.
Aksa menarik tangan Adel dan memberi ciuman hangat di sana berikut satu kecupan Aksa sematkan di bibir mungil Adel, gadis itu merona malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Crazy [ END ]
Aktuelle LiteraturArea rawan baper Follow untuk membuat bab yang terkunci . . Bagaimana jadinya jika bawahan harus seatap dengan atasan yang dijuluki pria gay lantaran tidak pernah mengandeng wanita di usianya yang menginjak angka 30 tahun? "Pak, kita mau kemana...