Tandai typo❤
____Adel termangu di sebuah kursi, dia masih memakai baju pasien dan selang infus dia lepas paksa dari tangannya hingga beberapa tetes darah mengucur dari sana.
Siapa yang peduli? Adel tidak memikirkan rasa sakit yang berdenyut di sana, dia tidak perduli meski nanti lukanya jadi infeksi dan berubah fatal.
Sekarang, dia hanya merenungi nasib yang tak pernah berpihak baik padanya.
Tatapannya kosong, tidak ada binar bahagia dan harapan didalam sana, Adel seperti orang mati yang dipaksa hidup.
"Kenapa harus aku lagi? Apa tidak bosan? Aku sudah hancur dan tak lagi memiliki harapan," lirihnya tersenyum kecil.
Dia pernah sakit dan Tuhan memberinya bahagia. Namun, sayangnya semua itu tidak bertahan lama, dia kembali terluka, sakit dan sekarang dia sudah merasakan puncak kehancurannya.
"Dia bilang kita bukan saudara, ya?" Adel terkekeh kecil seakan fakta yang dia dengar beberapa jam yang lalu adalah sebuah lelucon.
Kejutan apalagi ini? Aksa bukan darah daging pria itu? Dan --otomatis mereka bukan saudara kandung bukan? Mereka hanya saudara bawaan dan itu artinya mereka bisa memiliki hubungan sebagaimana hubungan seorang laki-laki dan perempuan pada umumnya.
Tapi --justru kenapa Adel merasakan sesuatu yang berbeda?
Dia tidak merasa lega, dia tidak merasa senang dan bahkan ... dia tidak merasakan apa-apa, getaran setiap kali menyebut nama Aksa tidak lagi dia rasakan.
Hampa dan kosong yang Adel rasakan, beberapa kali Adel mencoba meraba hatinya, tapi yang dia temukan hanyalah kekecewaan yang teramat dalam.
Dia tidak berharap lebih selain masalah ini segera berlalu, entah apa yang ingin Adel lakukan, hanya saja dia ingin memulai hidup tanpa campur tangan orang-orang yang selama ini sudah membuatnya sakit.
"Ibu, aku harus gimana?"
"Aku harus apakan perasaan ini?"
Adel meremas dadanya, menepuk keras berharap sesak itu hilang, dia selalu sakit mengingat perjalanan hidup yang penuh tangis, kenapa dia tidak pernah merasakan bagaimana kebahagiaan yang sebenarnya?
"Ibu ... aku lelah, aku nggak sanggup dengan semua ini, Bu."
"Ibu ... aku harus apakan perasaan ini, Bu? Aku harus gimana?" Adel menengadah, menatap langit dengan hati yang mencelos, Adel menatap langit seolah-olah ingin mengadu pada ibunya yang menatapnya dari atas sana.
"Apa aku harus menyudahi rasa sakit ini, Bu? Tapi dengan cara apa? Tolong katakan, Bu!"
"Aku juga ingin pulang sama Ibu, kenapa Ibu harus pergi? Kenapa?! Tidak tahukah bagaimana aku hidup di dunia yang keras ini? Tidak tahukah bagaimana aku bertahan, Bu? Kenapa Ibu memintaku untuk lahir ke dunia jika pada akhirnya aku di tinggal sendiri?! Kenapa?!"
"Kenapa?! Kenapa aku harus lahir jika pada akhirnya aku sendirian, Bu! Kenapa?!"
"Apa Ibu tidak pernah berpikir bagaimana hidupku setelah kepergianmu?! Apakah Ibu tidak pernah berpikir bagaimana aku berjuang seorang diri? Kenapa, Bu?! Kenapa? Kenapa Ibu tega ninggalin aku?! Kenapa?"
Gadis itu memukul keras dadanya, ada sesuatu yang ingin keluar tapi tidak bisa.
Adel berhenti karena dia tidak sanggup meneruskan kalimatnya, air matanya semakin deras, isaknya begitu hebat dan nyaring, begitu memilukan.
Jika Adel tahu hidupnya akan seperti ini, dia tidak akan pernah mau dilahirkan, dia tidak akan pernah mau menjadi manusia!
Dan mungkin sekarang Adelia menyesal, menyesal karena dia terlahir ke dunia yang penuh dengan air mata.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Crazy [ END ]
Ficção GeralArea rawan baper Follow untuk membuat bab yang terkunci . . Bagaimana jadinya jika bawahan harus seatap dengan atasan yang dijuluki pria gay lantaran tidak pernah mengandeng wanita di usianya yang menginjak angka 30 tahun? "Pak, kita mau kemana...