Tandai typo❤
_____Disinilah Adelia berada, dikamar hotel mewah yang menurutnya tidak seperti kamar hotel pada umumnya.
Kamar ini tampak seperti kamar tidur tapi terletak didalam hotel. Entah hanya karena perasaan Adel atau kenyataannya memang begitu.
Adel sudah duduk disini nyaris 15 menit lamanya, menunggu Bunda Aksa yang hilang dibalik pintu putih mewah yang hanya berjarak dua meter dari tempatnya berada hingga akhirnya wanita anggun itu kembali dengan beberapa pasang baju yang disampirkan di lengan.
"Bagaimana perasaanmu, lebih baik??"
"Iya, em——"
"Panggil Bunda, Aksa juga panggil Bunda, kok." pinta Dinda tersenyum lembut.
"Siapa namamu?" tanyanya langsung tidak memberi kesempatan untuk Adel berpikir.
Suara Bunda masih dengan intonasi yang sama, lembut dan terdengar menenangkan.
Wanita yang rela melepas selendang demi Adel itu tidak melepas kontak mata seakan Adel adalah objek yang paling indah yang ada di dalam sana.
"Sa—saya, Adelia," balas Adel tersenyum tipis, tipis sekali sampai senyumnya nyaris tidak terlihat.
Adel menyalami wanita itu dengan hormat. Meski hanya tamatan SMP, Adel tahu bahwa menghormati orang yang lebih tua itu wajib, itulah kenapa dia meraih tangan Bunda dan menciumnya, seperti seorang yang yang mencium tangan ibunya.
Senyum Bunda semakin lebar begitupun dengan tatapannya yang semakin berbinar.
"Nama yang cantik, seperti orangnya," pujinya.
Adel tersenyum canggung apalagi saat telapak tangan putih Bunda Aksa mengusap puncak kepalanya.
Bagi Adel sentuhan itu bukan hanya sekedar sentuhan, tapi juga kasih sayang yang mampu menggetarkan hatinya.
Untuk seseorang yang tidak pernah diperhatikan oleh orang tua, jelas tindakan Bunda Aksa tersebut adalah sesuatu yang teramat berharga.
Adelia merasa seperti di sentuh oleh tangan ibunya, istimewa.
"Mungkin ini akan sedikit membantu," kata Bunda lagi seraya menyodorkan beberapa baju tadi.
Adel tak lekas mengambil, dia hanya menatap gaun tersebut dan Bunda Aksa bergantian.
Kenapa wanita ini sangat baik? Dirinya masih orang baru akan tetapi Bunda Aksa memerlukannya seperti ini.
Adel merasa dejavu sampai-sampai tidak bisa bereaksi apa-apa sejak tadi selain hanya mengangguk, tersenyum dan menggeleng saat ditanya hingga suara Bunda kembali terdengar.
"Kamu kedinginan."
Bunda memindai tubuh Adel yang memang sedikit menggigil dan bibirnya pun mulai pucat.
Wajah Bunda terlihat panik hingga dia maju supaya lebih dekat dengan Adel yang duduk di kursi kecil.
Bunda juga menempelkan tangannya pada kening Adel, tindakannya itu percis seperti tindakan seorang Ibu yang takut anaknya demam dan sakit.
"Tubuhmu juga hangat." katanya lagi beruntun.
Hangat yang Bunda maksud bukan sejenis hangat yang menyegarkan melainkan hangat yang menjadi tanda orang itu akan sakit.
"Ah, eh, sa-saya——"
Demi Tuhan! Adel malu, takut dan resah, bagaimana mungkin dirinya bisa ada di kamar orang yang memiliki pengaruh tinggi, rasanya ia tidak pantas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Crazy [ END ]
Ficción GeneralArea rawan baper Follow untuk membuat bab yang terkunci . . Bagaimana jadinya jika bawahan harus seatap dengan atasan yang dijuluki pria gay lantaran tidak pernah mengandeng wanita di usianya yang menginjak angka 30 tahun? "Pak, kita mau kemana...