Tandai typo❤
____"Sesuatu terjadi, Hans?"
"Maksudnya?"
"Aksa."
"Kenapa dengan Aksa?" Hans bertanya balik.
Hans yang tengah bersantai dan mengelap tangan usai makan siang mengalihkan atensi pada sang kakak yang duduk di sebrang meja.
Raut bingung begitu kentara di wajah Hans yang kini menyesap kopinya.
Tumben?
Tidak biasanya kakaknya itu bertanya tentang Aksa dan dia juga rela datang kemari, meminta waktu yang entah untuk apa.
Jelas Hans tidak habis pikir sama sekali, hari ini ——dia tidak bekerja lantaran tubuhnya yang kurang fit setelah acara kemarin malam.
Niat hati ingin istirahat namun hal itu gagal total lantaran Saka——kakaknya memberi kabar kalau akan berkunjung. Dan, tahu-tahu Saka sudah datang dengan wajah yang sulit diartikan.
"Kurasa sesuatu terjadi." jelasnya mengingat sikap Aksa akhir-akhir ini.
Pernyataan Saka tidak jelas, sesuatu seperti apa yang dia maksud?
Kalimat terakhir sang kakak semakin membuat kernyitan di dahinya semakin menumpuk.
Hans bersandar sepenuhnya pada kursi makan, tatapannya terpaku pada pria yang melamun tanpa menyentuh makanan yang tersaji, bahkan sejak datang Saka juga belum menyicip minumannya.
Hans tahu, Saka belum makan siang atau —memang tidak berniat untuk makan? Masakan yang telah Dinda siapkan. Ah, Saka memang sialan!
"Apa yang kamu pikirkan tentang Aksa?"
Saka tidak lekas menjawab pertanyaan sang adik, justru dia hanya menatap sekilas sebelum akhirnya kembali memusatkan atensi pada piringnya yang masih terisi penuh.
Tidak berniat mencicipi makan siang yang Hans hidangkan.
Cara Saka duduk, memandang dan menarik nafas seperti orang yang tengah memikul beban berat di pundak.
Wajah Saka kuyu, hal itu semakin membuat Hans iba, tapi ——mau bagaimana lagi?
Saka terlalu keras kepala jika dinasehati dan enggan menerima saran, sebagai seorang adik rasanya percuma mengeluarkan nasehat-nasehat yang hanya dianggap angin lalu.
"Berubah dalam artian bagaimana?"
"In good sense, I see him too diligent."
"Not that good?"
"Hans! C'mon! Bukan itu yang aku maksud!"
Hans hanya tertawa melihat bagaimana ekspresi sang kakak. Seumur hidup, baru sekarang Hans melihat keperdulian seorang ayah pada anaknya.
Ada apa?
Tidak biasanya Saka seperti ini, bertanya tentang Aksa yang jelas-jelas tidak pernah dia lakukan sebelum-belumnya.
"Kenapa?"
"Why?"
"Kenapa sekarang kamu memperhatikan Aksa dan perubahannya? Dari dulu kemana?" intonasi Hans pelan namun tajam.
"Dan sekarang menanyakan perubahan Aksa? Setelah dia dewasa? C'mon, you're no longer a dream?" Hans tertawa kecil.
Tidak ada angin tidak ada hujan, Saka bertanya seolah-olah anaknya melakukan kesalahan besar yang tak bisa di toleransi oleh orang tua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Crazy [ END ]
General FictionArea rawan baper Follow untuk membuat bab yang terkunci . . Bagaimana jadinya jika bawahan harus seatap dengan atasan yang dijuluki pria gay lantaran tidak pernah mengandeng wanita di usianya yang menginjak angka 30 tahun? "Pak, kita mau kemana...