Tandai typo❤
____POV Aksa
___Aksa yang tengah meriksa berkas tersentak kala pintu ruangan yang tiba-tiba dibuka kasar, detik kemudian di susul oleh kedatangan pria yang jarang menginjakkan kakinya disini, papanya.
Tumben?
Untuk apa Papa datang kemari? Aksa menutup map dan segera beranjak berdiri, bermaksud menyambut kedatangan papanya. Meski hubungan mereka tidak sehangat orang tua dan anak pada umumnya, Aksa masih menghormati pria itu, menghormati layaknya seorang anak pada papanya.
"Pa."
Saka tak membalas sapaan sang putra, dia hanya menatap Aksa dengan raut tak terbaca sebelum mengitari ruangan yang tak lagi asing baginya.
Saka memutuskan untuk duduk disalah satu sofa yang langsung diikuti oleh Aksa, mereka berdampingan tapi cukup berjarak.
Tak ada yang bersuara, mereka sama-sama bungkam dan Aksa sendiri tidak tahu harus memulai obrolan dari mana.
Karena sejak insiden dimana papanya tidak suka dengan keberadaan Adel membuat Aksa enggan berinteraksi dengan pria itu, bukan apa, hanya saja dia takut hilang kendali untuk tidak melawan.
Di sisi lain, Aksa juga masih berusaha untuk menepati janji pada Bunda, semarah apapun dirinya jangan sampai beradu argumen apalagi sampai melawan.
"Bundamu nggak ikut, katanya kurang enak badan," papar Saka pelan, nyaris tak terdengar oleh pria muda di sampingnya.
Aksa hanya menanggapi dengan tersenyum miris.
I see!
Sebelum papanya datang, Bunda sudah lebih dulu memberi kabar tentang keadaannya.
Sampai kapan mereka terus begini? Bersikap dingin dan acuh, tak saling peduli padahal mereka memiliki ikatan yang seharusnya bisa saling menjaga satu sama lain.
Aksa tidak butuh apa-apa selain rasa peduli papanya sedikit saja, dia juga tidak masalah jika papanya bersikap seolah dirinya bukan darah dagingnya sendiri, demi Tuhan! Aksa tidak mempermasalahkan itu semua!
Dia hanya ingin melihat Bunda bahagia, tersenyum seperti para ibu dan istri kebanyakan, melayani anak dan suami, melakukan pekerjaan rumah tanpa harus menanggung beban di pundak.
Sebelum mengerti apa itu kepedulian, Aksa kira hal itu lumrah bagi pasangan suami istri, yang mana mereka bersikap acuh seolah-olah tak saling kenal dan bicara seperlunya.
Bertahun-tahun Aksa hidup serumah dengan papanya, dia tidak pernah merasakan sentuhan kasih sayang, Aksa kecil hanya bisa memandang sang Papa dari kejauhan, dia tidak berani terbuka dalam urusan apapun, hingga terciptalah seorang anak yang jarang berekspresi, irit bicara dan enggan berada di dunia luar.
"Bagaimana keadaan restoran?"
Di luar prediksi, tumben papanya bertanya tentang restoran?
"Baik, beberapa hari terakhir ini meningkat sangat pesat, Gery juga bilang ada beberapa investor yang ingin bekerjasama."
Saka diam, atensinya fokus pada bingkai foto yang ada di atas meja. Foto Aksa dengan seorang gadis yang akhir-akhir ini menyita pikirannya.
"Apa rencanamu ke depan?" tanya papa tiba-tiba membuat kedua alis Aksa terangkat tinggi.
Heran. Dengan suara rendah, Aksa menjawab.
Pria itu berdeham sekali. "Banyak."
"Salah satunya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Crazy [ END ]
General FictionArea rawan baper Follow untuk membuat bab yang terkunci . . Bagaimana jadinya jika bawahan harus seatap dengan atasan yang dijuluki pria gay lantaran tidak pernah mengandeng wanita di usianya yang menginjak angka 30 tahun? "Pak, kita mau kemana...