12 Jealous?

73 11 0
                                    

What a worst day.

Habis lari-larian sama Zayn, Nayla harus muter-muter lapangan karena nggak ngerjain tugas. Kaki Nayla yang udah pegal, tambah mati rasa. Mana terik matahari nyengat banget. Nayla rasanya kayak lagi dipanggang di microwave. Keringat ngucur deras sampai sebagian seragamnya basah.

Pengin kabur, tapi, Pak Didik lagi ngawasin di tepi lapangan. Mana ada banyak anak yang juga lagi nontonin Nayla. Demi apa, Nayla malu. Beneran pengin nyungsep aja terus pingsan. Biar bisa bebas dari hukuman yang berat banget ini.

"Pak, tolong beri saya keringanan kali ini saja. Saya janji bakal ngerjain tugas lain kali." Nayla memohon sambil memegangi kedua lututnya setelah lari lima putaran.

Pak Didik yang nggak baik hati, menggeleng tegas. Membuat Nayla menghela napas kecewa. Emang nggak bisa dibujuk sama sekali kalau udah nyangkut tugas, mah.

Mana lapangan rasanya jadi dua kali lipat lebih luas dari biasanya. Nayla beneran pengin pingsan saja. Perutnya keram.

Zayn yang lagi lewat, berhenti ketika ngelihat ada kerumunan. Baru dia sadari kalau siswa-siswi di tepian itu lagi nontonin Nayla yang lari-lari sendirian di lapangan.

Nayla ngos-ngosan, pasti capek banget. Mana cuaca emang lagi panas-panasnya.

Bukannya iba, Zayn malah pengin ketawa. Lucu aja ngelihat Nayla dihukum begitu. Gemas. Zayn jadi pengin nyusul dan ikut Nayla dihukum. Biar bisa jadi tontonan berdua.

Biar makin panas semua makhluk di sekolah ini.

Tapi, Zayn masih punya hati. Dia nggak mungkin biarin Nayla mati dehidrasi. Zayn membelikan Nayla air mineral. Dia gabung dengan Nayla, duduk di pinggir lapangan sambil nyerahin botol minum sama handuk kecil.

"Kuat banget nggak pingsan." Zayn menatap lurus ke depan. Sekilas, Zayn kayak lagi ngelamun. Jadi, agak nggak jelas dia bicara sama Nayla, atau sama makhluk astrak di depannya.

"Gitu doang, mah, kecil."

Zayn makin pengin nyubit pipi Nayla. Ngomong aja masih patah-patah. Kecil apanya?

Nayla meneguk air pemberian Zayn dan menghela napas panjang. Menengadahkan kepala menikmati semilir angin. Waktu membuka matanya lagi, Nayla terheran ngelihat sebuah tangan menghalangi wajahnya dari terik matahari.

"Lo nggak enek dikabarin punya hubungan sama gue?" Nayla menatap Zayn yang lagi narik tangannya ke samping badan.

Jelas, dari tadi orang-orang pada julid lihat Nayla sama Zayn duduk berdua. Apalagi setelah apa yang Zayn lakukan. Tentu saja, mereka yang lewat nggak bakal tinggal diam.

"Kenapa harus enek?"

"Lo 'kan paling nggak suka dikabarin deket sama cewek. Apalagi cewek kayak gue. Bisa hancur citra lo."

"Cewek kayak lo? Maksudnya?"

Nayla menoleh. "Just look at me. Gue cantik? Enggak. Kaya? Enggak juga. Populer? Boro-boro. Lo yang sempurna nggak cocok sama gue yang apalah."

Zayn menatap Nayla lama banget. Lagi ngecek, yang dikatakan Nayla itu benar atau cuma omong kosong. Setelahnya, Zayn mengulurkan tangan. Mengacak rambut Nayla sampai gadis itu mengaduh karena air yang baru mau diminumnya hampir saja tumpah. Nayla balas menatap Zayn sambil merengut.

"Cuci muka, gih. Butek amat kayak nggak pernah mandi."

.
.
.

***
.
.
.

"Zi."

"Zizah."

Gadis itu mendecak dan terpaksa menoleh. Sudah sejak beberapa menit lalu Nayla mengganggunya yang tengah berusaha fokus baca buku. Mau ngomel-ngomel takut diamuk masa seperpus. Zizah akhirnya setengah kesal, berbisik, "Apa?"

Hi, Amberlyyn! (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang