Keping 32 : Aku Mau Pindah

34 2 0
                                    


"Dik, ayo makan."

Dirga mengguncang kaki adiknya yang terbaring di kasur sejak beberapa jam lalu. Semua anggota keluarga lain sudah makan malam. Hanya Mimi yang tidak mau beranjak dari kamarnya sedetik pun.

Yang lain sampai terus-terusan menanyakan keadaan Mimi. Karena adiknya itu dari tadi diam terus, sama sekali nggak mau ngomong sama siapa pun.

Terlebih lagi, wajahnya yang pucat dan badannya yang lemas, tak ayal membuat semua orang khawatir.

"Dik, Umi sama Abah nunggu kamu. Mereka nggak mau sare kalau kamu nggak makan dulu."

"Dik ..." Dirga menyentuh pipi adiknya itu. "Astaghfirullah." Wajah Mimi anget banget. Dahinya juga, sampai berkeringat. "Dik, sakit?"

Mimi cuma menggumam nggak jelas. Matanya berat untuk membuka.

Dirga segera berlari ke joglo utama. Memanggil Abah sama Umi. Sebisa mungkin agar tidak ada yang mendengar selain kedua orang tuanya itu. Takut membuat yang lain tambah khawatir.

"Astaghfirullah, Nduk." Umi langsung duduk di sudut kasur. Menyingkap selimut yang menutupi tubuh atas putrinya. Kemudian, menepuk-nepuk pipi Mimi. "Nduk, bangun, Nduk."

"Kita bawa ke rumah sakit saja." Abah menyentuh lengan atas Mimi. Merasakan suhu panas menjalarinya. "Sekarang."

.
.
.

***
.
.
.

"Nay."

Jay berlari, meraih lengan atas cewek di hadapannya itu. "Gue perlu bicara."

Nayla yang sedang berjalan dengan Zayn, terpaksa berhenti menyentak tangannya agar terlepas dari pegangan Jay. To be honest, Nayla jijik banget kena kulit tangannya Jay. Bayang-bayang kejadian di gudang itu masih melekat jelas di ingatan Nayla.

"Nggak ada yang perlu kita bicarain," ucap Nayla tegas. Membuat Zayn sampai mengernyit. Tumben-tumbenen pacarnya ini nggak mau dideketin Jay. Biasanya suka banget nempel sama sembarang orang.

"Nay, please." Jay maju buat meraih tangan itu lagi. Tapi, kali ini Zayn menghadangnya. Zayn nyembunyiin Nayla di balik badannya. Dua cowok itu saling bersitatap.

"Mau bicara apa?" tanya Zayn. Jelas banget dia lihat kalau Nayla lagi nggak mau ngomong sama Jay, jadi, pasti ada masalah di antara keduanya.

"Gue mau bicara berdua sama Nayla."

"Nayla nggak mau bicara sama lo. "

"Zayn, gue serius." Jay menatap cowok di hadapannya setengah memohon.

"Bicara di sini, atau nggak sama sekali," pungkas Zayn. Membuat Jay menghela napas, mau tak mau harus menerimanya.

"Gimana keadaan Mimi?" tanya Jay akhirnya.

Nayla di belakang tubuh Zayn menggertakkan gigi. Ikut emosi mendengar nama Mimi disebut oleh manusia brengsek macam Jay. "Lo nggak perlu nanyain kabarnya gimana. Cukup! Jangan ganggu dia lagi."

Jay mengusap wajah frustrasi. Iya, dirinya menang salah. Nggak ada yang perlu dijelasin, nggak ada bagian dalam dirinya yang perlu dibela. Dia adalah cowok yang lagi beranjak dewasa, bertemu dengan cewek seumuran yang mau dia sentuh dan cumbu, jadi, kenapa enggak?

Oke, mereka masih terlalu muda, tapi, Jay nggak sebodoh itu kali. Dia nggak mungkin ngelakuin hal lebih jauh lagi dengan Inggie. Apalagi di sekolah. Jay tahu betul gimana risiko kalau dia berani main-main di tempat ini. Mana mungkin dia mau mengorbankan masa depannya dengan satu hal yang bahkan hanya bisa memengaruhinya selama beberapa saat?

Hi, Amberlyyn! (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang