Keping 17 : Misi Menyelamatkan Mimi 2

20 3 0
                                    

Ponsel Zayn nggak ada apa-apanya. Semua kecurigaan Nayla tidak terbukti. Malahan, Nayla jadi kesemsem gegara ngelihat isi kontak Zayn yang ternyata cuma ada bokap sama nyokapnya, sama satu kontak bernama Ali.

"Siapa Ali?"

"Kakak gue," jawab Zayn, yang duduk di kursi. Tepat di depan Nayla yang duduk di meja. Sekalian berteduh dari teriknya matahari siang ini yang nyengat banget. Apalagi di atas atap sekolah.

Nayla ber"Ooh" doang. Kontak Nayla sendiri dinamain dengan namanya tok. Nggak ada embel-embel sayang atau bagaimana.

Ya, emang gitulah Zayn.

Ganti kepoin set alarmnya Zayn. Satu, pukul setengah enam pagi. Dua, pukul delapan malam. Sederhana banget.

Isi galeri Zayn juga kebanyakan si Tommy sama Bam. Nggak ada muka Zayn sama sekali. Ini anak emang sesederhana itu hidupnya. Nayla menggeleng pelan.

"Lo nggak punya foto gue?" Nayla menunduk. Balas menatap Zayn yang dari tadi senyum-senyum sambil ngedongak ke arahnya. Nggak tahu aja, kelakuannya yang suka banget mantengin Nayla dengan mupeng itu, bisa membuat Nayla serangan jantung lama-lama.

Zayn menggeleng sambil mesem. Terlalu larut sama pesona Nayla yang nggak habis-habis membuatnya terpesona.

Hadeh.

Nayla memiringkan tubuh, menjauhkan ponsel Zayn sepanjang lengannya. "Millooww." Tombol shutter ditekan waktu Zayn baru aja noleh. Membuat cowok itu nggak siap. Tapi, hebatnya, muka Zayn tetap ganteng maksimal.

"Lagi." Nayla merangkul bahu Zayn. "Senyum."

Zayn melebarkan bibir tapi nggak membentuk senyuman. Yang ada malah kelihatan kayak kepaksa.

"Senyum yang ikhlas, dong."

Lagi, Nayla mengambil fotonya dan Zayn. Yang terakhir itu, Zayn beneran senyum karena dipuk-puk kepalanya sama Nayla.

"Nih, sekarang ada foto gue." Nayla mengembalikan ponsel Zayn.

Doi langsung semringah ngelihat hasil fotonya. Meski muka Zayn kebanyakan nggak siap, tapi, Zayn nggak peduli. Yang penting ada wajah Nayla di sana. Foto itu langsung menjelma menjadi wallpaper HP Zayn.

"Nanti malem main ke apart, yuk!" ajak Zayn.

"Ngapain?"

"Biasa, nonton film."

Nayla mendengus. "Sekali-kali ajak ke bioskop, kek. Jalan ke mana gitu." Enak, sih, nonton berdua di apartemen Zayn. Tapi, lama-lama bosan juga. Masa setiap apel kerjaannya nonton mulu.

"Pengin diajak jalan-jalan?"

Cewek itu mengangguk.

"Oke, siap-siap nanti malam. Gue jemput," sahut Zayn yakin. Membuat Nayla mengernyit. Ini anak beneran mau ngajak dia keluar, 'kan? Beneran keluar, loh, bukan cuma beli makan, terus, balik lagi ke apart.

"Emang mau ke mana?"

"Rahasia, gue jamin lo nggak akan kecewa."

Bukannya jadi percaya, Nayla malah makin nggak yakin. Soalnya, Zayn itu kadang bisa goblok banget. Bisa menjelma jadi cowok yang nggak peka sama sekali. Jangan sampai Zayn ngajak Nayla ke bar tempatnya kerja. Soalnya, Nayla emoh pergi ke tempat-tempat kayak gitu lagi.

.
.
.

***
.
.
.

"Jauhin tangan lo dari dia atau gue patahin jari-jari lo."

Hi, Amberlyyn! (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang